REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan penyelidikan terhadap para penyelidik yang mengajukan tuduhan korupsi terhadap dirinya. Para kritikus menilai, langkah Netanyahu ini adalah upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari penanganan pemerintah terhadap pandemi virus corona.
Partai Likud dan sekutunya menyuarakan kemarahan setelah stasiun televisi Channel 12 melaporkan bahwa polisi dan jaksa penuntut telah gagal mengungkap dugaan ada konflik kepentingan yang dilakukan oleh penyelidik dalam kasus korupsi Netanyahu. Sementara, jaksa agung Israel menuding Netanyahu mencoba mendiskreditkan sistem peradilan pidana negara saat dia sedang diadili atas kasus penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
"Jelas bahwa polisi dan penuntut membuat keputusan politik yang bertentangan dengan keadilan dan hukum untuk menjatuhkan perdana menteri sayap kanan. Perilaku ini harus diselidiki," kata Netanyahu.
Seorang juru bicara Kantor Kejaksaan Negara Israel menolak mengomentari pernyataan Netanyahu. Dalam sebuah pernyataan, kementerian kehakiman Israel mengatakan penyelidik yang dimaksud dalam laporan Channel 12 tidak terlibat dalam kasus di mana orang tersebut diduga memiliki konflik kepentingan. Jaksa Agung Avichai Mandelblit menyebut klaim ketidakwajaran dalam peradilan.
"Ini kebohongan tak berdasar yang sepenuhnya dimaksudkan untuk mendelegitimasi sistem peradilan dan keputusannya terkait perdana menteri," ujar Mandelblit.
Netanyahu menghadapi kemarahan publik atas dugaan kasus korupsi dan penanganannya terhadap pandemi virus corona. Hampir setiap hari ribuan warga Israel menggelar aksi protes dan menuntut agar Netanyahu turun dari jabatannya. Pengadilan dugaan korupsi Netanyahu dimulai pada Mei dan akan dilanjutkan pada Januari.
Di sisi lain, jumlah kasus corona di Israel telah mengalami peningkatan cukup tajam. Pada Selasa (8/9) lalu, pemerintah mulai memberlakukan jam malam dan penutupan sekolah selama sepekan. Israel mencatat lebih dari 139 ribu kasus dengan 1.048 kematian.