REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Pemerintah Maroko memutuskan memperpanjang status darurat kesehatan negara hingga bulan depan. Keputusan ini diambil setelah melonjaknya kasus Covid-19 secara drastis.
"Hari ini kabinet menyepakati keputusan memperpanjang darurat kesehatan sampai 10 Oktober guna menangani pandemi Covid-19," kata Perdana Menteri Maroko Saad-Eddine El-Othmani dilansir dari Arab News pada Kamis (10/9).
Atas keputusan itu, semua pintu keluar kota-kota besar di Maroko telah ditutup. Kegiatan berpergian hanya diizinkan dengan izin khusus yang dikeluarkan pemerintah lokal.
"Kami berisiko tenggelam oleh Covid-19, jadi langkah drastis perlu kami lakukan. Kalau tidak maka risiko bisa bertambah," ujar Menteri Kesehatan Maroko Khalid Ait Taleb.
Pusat ekonomi Maroko di Kasablanka mengalami lockdown sejak Senin pekan ini. Warga Kasablanka yang ditaksir mencapai 3,3 juta harus hidup dalam jam malam dan penutupan sekolah.
Awalnya langkah darurat pertama dilakukan pada Maret lalu. Kemudian kota Kasablanka dan Marrakesh sudah beberapa kali kali menjadi subjek pembatasan sosial sejak tiga pekan lalu, termasuk penutupan pantai dan pemangkasan jam kerja.
Dilaporkan ada seribu lebih kasus Covid-19 per harinya di negara berpenduduk sekitar 35 juta orang itu sejak awal Agustus. Pemerintah Maroko menyalahkan penularan Covid-19 dikarenakan masyarakat tak taat protokol kesehatan.
Hingga awal pekan ini, pasien Covid-19 terkonfirmasi disana mencapai 75.721 kasus. Sedangkan angka kematiannya mencapai 1.400 orang.