REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan ada kemungkinan kuat peracunan pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny diperintahkan oleh pejabat senior di Moskow. Pemerintah Rusia telah membantah terlibat dalam kasus tersebut.
"Saya pikir orang-orang di seluruh dunia melihat aktivitas semacam ini sebagaimana adanya. Ketika mereka melihat upaya untuk meracuni seorang pembangkang dan mereka menyadari bahwa ada kemungkinan besar bahwa ini benar-benar datang dari pejabat senior Rusia, saya pikir ini tidak baik untuk rakyat Rusia," kata Pompeo dalam sebuah wawancara pada Rabu (9/9), dikutip laman Daily Sabah.
Pompeo mengatakan AS dan sekutu Eropa-nya menginginkan agar Rusia meminta pertanggung jawaban dari mereka yang terlibat dalam peracunan Navalny. Washington pun bakal berusaha mengidentifikasi para pelaku.
"Itu adalah sesuatu yang akan kami lihat, kami akan evaluasi, dan kami akan memastikan bahwa kami melakukan bagian kami untuk melakukan apa pun yang kami bisa untuk mengurangi risiko bahwa hal-hal seperti ini terjadi lagi," ucapnya.
Pernyataan Pompeo berlainan dengan keterangan yang disampaikan Presiden AS Donald Trump pekan lalu. Trump menyebut dia tidak melihat bukti bahwa Navalny diracun. Presiden Rusia Vladimir Putin disebut telah berjanji akan menyelidiki kasus Navalny.
"Presiden Putin telah memberi jaminan kepada saya (dalam percakapan terakhir) bahwa Rusia bermaksud membereskan apa yang telah terjadi dan memberi tahu saya bahwa ia akan menyusun komite penyelidikan serta telah siap untuk berkolaborasi dengan otoritas Jerman," kata Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte dikutip dari wawancara dengan surat kabar Il Foglio pada Kamis (10/9).
Sejak 22 Agustus lalu, Navalny menjalani perawatan di Berlin’s Charite Hospital, Jerman. Setelah koma selama sekitar dua pekan, dia mulai siuman. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pemerintahannya telah menyimpulkan Navalny diracun menggunakan agen saraf Novichok. Penemuan itu memunculkan dugaan bahwa Rusia terlibat dalam kasus tersebut. Sebab Novichok merupakan agen saraf yang dikembangkan pada era Uni Soviet.
"Hanya sejumlah kecil orang yang memiliki akses ke Novichok dan racun ini digunakan oleh dinas rahasia Rusia dalam serangan terhadap mantan agen Sergei Skripal," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, merujuk pada serangan 2018 di kota Salisbury, Inggris.
Navalny merupakan tokoh oposisi terkemuka di Rusia. Dia adalah kritikus utama Presiden Vladimir Putin. Selama satu dekade terakhir, Navalny tekun merilis video di Youtube yang menjabarkan praktik korupsi di semua tingkatan pemerintahan. Hal itu telah membuatnya mendapatkan banyak musuh. Navalny telah berulang kali ditahan karena mengatur pertemuan publik dan demonstrasi anti-pemerintah. Dia dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada 2018.