Kamis 10 Sep 2020 23:09 WIB

Sineas tak Bisa Berharap Banyak di TIFF Tahun Ini

Festival Film Toronto yang digelar di tengah pandemi dinilai tetap tak menguntungkan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Festival Film Toronto yang digelar di tengah pandemi dinilai tetap tak menguntungkan (Foto: Festival Film international Toronto (TIFF) pada 2015)
Foto: Wikimedia
Festival Film Toronto yang digelar di tengah pandemi dinilai tetap tak menguntungkan (Foto: Festival Film international Toronto (TIFF) pada 2015)

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO -- Festival Film Internasional Toronto (TIFF) resmi dibuka pada Kamis (10/9) dengan format yang sangat berbeda karena harus beradaptasi dengan Covid-19. Kali ini TIFF digelar secara fisik di Bell Lightbox dan sebagian besar digelar virtual, kondisi yang sebenarnya tidak terlalu menguntungkan bagi para sineas.

Untuk agenda offline, festival tertua di dunia itu mewajibkan peserta untuk memakai masker, memeriksa suhu, dan mengimbau para pengunjung untuk menjaga jarak. Film diputar dengan konser drive-in dan di ruang terbuka. Penyelenggara juga mengurangi jumlah film menjadi hanya 50 dari sebelumnya tahun 2019 mencapai 330 film.

Baca Juga

“Para sineas pasti memiliki mimpi yang besar untuk bisa memutar filmnya di salah satu festival terbesar di dunia, tapi apa daya mimpi itu seperti terbenam dengan kondisi saat ini,” kata Tracey Deer, sutradara Beans (2020).

Beans merupakan film otobiografi yang terinspirasi oleh pengalamannya sebagai seorang anak berusia 12 tahun yang tinggal di Kahnawake selama Krisis Oka. Film tersebut akan tayang perdana di TIFF pada hari Sabtu. Ini juga akan menjadi debut film unggulan yang menurut Deer terasa cukup pahit.

"Sebagai pembuat film Anda tentu ingin memiliki pengalaman baru di festival. Jadi ini pasti mengecewakan,” kata Deer seperti dilansir dari laman CBC pada Kamis (10/9).

Rainbow Dickerson, salah satu aktor yang membintangi Bean juga menyuarakan keprihatinan itu. Karena pandemi, hingar-bingar festival memang tidak lagi terasa. Padahal biasanya, festival ini menjadi ajang para sineas memperluas jejaring dan promosi film.

"Kami melewatkan karpet merah, kesempatan berfoto bersama dan menyapa penonton. Ini energi yang berbeda dari festival film bergengsi," kata Dickerson.

Mengubah sebagian besar agenda festival menjadi konsep virtual tidak hanya menghilangkan hingar bingar dan energi ketika mengapresiasi film, namun mengumpulkan para sineas dan penonton dari seluruh dunia jelas menghasilkan kepuasan tersendiri. Kritikus film lepas untuk LA Times dan Variety, Carlos Aguilar menilai wajar adanya arus kekecewaan dari para sineas.

"Toronto memiliki sejarah sebagai pencipta rasa. Seringkali film-film yang meraih penghargaan di TIFF akan diperhitungkan di anugerah lain bahkan di Oscar, lalu film itu pun bakal didiskusikan berbulan-bulan ke depan,” kata Aguilar.

Editor Movie City News, David Poland juga mengatakan bahwa semua perubahan ini secara fundamental akan mengubah cara festival beroperasi. Menurut dia, pengurangan jumlah film di TIFF secara otomatis tidak lagi menjadikan TIFF sebagai trendsetter.

“Tapi TIFF tidak sendirian. Awal tahun ini, Academy Awards menunda acara mereka karena pandemi. Itu membuat musim penghargaan menjadi dua bulan lebih lama, yang membuat awal September terlalu awal,” kata Poland.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement