REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu Kota Jakarta akan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Senin, pekan depan. Keputusan tersebut bakal kembali menekan sejumlah sektor usaha, termasuk pariwisata yang masih terpukul sejak awal masa pandemi.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, mengatakan, pihaknya memahami alasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menerapkan kembali PSBB setelah mendengarkan langsung paparan dari Gubernur Jakarta, Anies Baswedan. Hanya saja, keputusan itu tentunya memberikan konsekuensi yang juga berat.
"Saya dapat memahami hal tersebut, walaupun perlu diingat hal ini tentu sangat berat untuk sektor pariwisata, seperti restoran, hotel, tempat hiburan, dan lain-lain," kata Wishnutama kepada Republika.co.id, Kamis (10/9).
Ia menyatakan, penerapan PSBB di Jakarta tentu amat berat bagi sektor pariwisata yang saat ini baru mulai merangkak untuk bangkit. Ia pun khawatir, hal itu bisa berdampak pada destinasi pariwisata lain karena banyak kunjungan perjalanan domestik yang berasal dari Jakarta.
Karena itu, ia kembali menegaskan, kunci keberhasilan utama sektor pariwisata untuk dapat bangkit kembali dengan menerapkan penuh protokol kesehatan dengan baik dan disiplin.
"Memang, sudah banyak seperti restoran yang sudah menjalankan protokol, tapi masih ada juga yang perlu ditingkatkan," ujarnya.
Wishnutama mengatakan, diperlukan kesadaran dan tanggung jawab oleh seluruh masyarakat sekaligus penegakan pelaksanaan protokol kesehatan. "Ini supaya PSBB tidak perlu terjadi kembali," katanya menambahkan.
Pihaknya pun berharap para pelaku usaha sektor pariwisata maupun ekonomi kreatif yang selama ini telah menjalankan protokol kesehatan dengan baik mendapatkan apresiasi dari Pemprov DKI. Apresiasi itu dapat dalam bentuk diberikan ruang agar tetap dapat melakukan usahanya dalam PSBB yang akan diterapkan di Jakarta.
Lebih lanjut, dalam mendorong upaya pelaksanaan protokol kesehatan, ia menuturkan telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar hibah pariwisata ke daerah sebesar Rp 3,3 triliun difokuskan untuk meningkatkan protokol kesehatan. Adanya dukungan dana itu diyakini bisa mendorong perbaikan penerapan protokol di lapangan.