Jumat 11 Sep 2020 16:25 WIB

Benarkah Menggambar Diharamkan?

Ada beberapa pendapat soal hukum menggambar.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Benarkah Menggambar Diharamkan?. Foto ilustrasi: Finger painting atau melukis dengan jari, bisa menjadi aktivitas menyenangkan bagi anak kecil dan dewasa (ilustrasi)
Benarkah Menggambar Diharamkan?. Foto ilustrasi: Finger painting atau melukis dengan jari, bisa menjadi aktivitas menyenangkan bagi anak kecil dan dewasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama berbeda pendapat tentang hukum menggambar makhluk yang bernyawa. Dosen ma’had Aly Situbondo, Dosen Dony Ekasaputra dalam artikelnya menjelaskan, seetidaknya ada empat alasan menggambar itu diharamkan.

Pertama, yaitu menggambar dianggap menandingi Allah Swt. sebagai pencipta. Alasan ini didasarkan pada hadis nabi,

Baca Juga

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ خَلَقَ خَلْقًا كَخَلْقِي

“Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang sengaja menciptakan (sesuatu) seperti ciptaan-Ku,…”

Dikutip dari buletin Tanwirul Afkar, Doni menjelaskan, kalau merujuk pada tekstualitas hadis tersebut, seharusnya yang dilarang tidak hanya menggambar mahluk yang bernyawa, tetapi menggambar gunung dan pepohonan juga dilarang. Sementara ulama sepakat bahwa boleh menggambar sesuatu yang tidak bernyawa.

Menurut Doni, hadis tersebut di atas lebih akurat diarahkan pada kasus orang yang sengaja menggambar dengan tujuan menyaingi Allah Swt dan kemudian merasa sepadan dengan-Nya. Tentu ini adalah sikap yang salah dan tersesat.

Alasan kedua, karena pelukis akan mendapat azab yang sangat pedih. Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

“Pelukis akan mendapat siksa yang teramat pedih kelak di akhirat”

Menurut Doni, problem pemahaman hadis ini terletak pada teramat pedihnya siksa yang akan ditimpakan kepada pelukis. Segitu beratkah? Padahal, menurut Doni, tidak ada perbuatan maksiat yang lebih dahsyat siksaannya kelak melainkan dosa syirik, menghilangkan nyawa manusia, dan berbuat zina. Tidak mungkin pelukis akan disejajarkan dengan mereka semua.

Menurut Doni, hadis ini lebih tepat diarahkan kepada pelukis atau pemahat patung yang dari hasil kreasinya kemudian dijadikan sebagai sesembahannya. Kalau konteksnya demikian, wajar kalau mereka berdua diazab dengan sangat pedih sebagaimana siksa untuk orang yang syirik.

Alasan ketiga, lukisan atau gambar menjadi pesakitan malaikat masuk rumah. Argumentasi ini didasarkan pada hadis nabi:

إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

“Malaikat enggan masuk rumah atau ruangan yang di dalamnya terdapat gambar”

Menurut Doni, memang betul malaikat enggan hilir mudik di rumah yang ada gambar di dalamnya. Namun, redaksi hadis lainnya mengatakan bahwa gambar yang dimaksud adalah gambar anjing atau babi.

Sebaliknya, ulama malah menganjurkan kita untuk memajang foto atau gambar orang shalih. Sikap ini sebagai bentuk “tabarrukan” atas pristiwa setan yang lari bilamana melihat bayangan Sayyidina Umar. Kalau bayangan saja ditakuti setan apalagi gambarnya.

Alasan keempat, karena menggambar dianggap tasyabbuh atau menyerupai kebiasaan orang kafir.

Menurut Doni, dahulu kala melukis memang menjadi rutinitas orang jahiliyah. Mereka rutin karena masa depan tuhan ditentukan oleh tangannya sendiri. Tuhan mereka ciptakan sendiri, kemudian disembah sendiri. Mereka sangat terampil mengimajinasikan bentuk tuhannya dalam bentuk lukisan dan patung.

Bisa saja dahulu nabi melarang rutinitas ini karena kondisi iman para sahabat masih sangat lemah. Nabi kemudian melarangnnya sebagai bentuk tindakan preventif.

Nabi khawatir kebiasaan lama para sahabat akan menjerumuskan kelubang kekufuran untuk yang kedua kalinya. Namun, dalam konteks milenial kini, menurut Doni, kekhawatiran nabi ini tidak akan pernah terjadi.

Lebih lanjut, Doni memaparkan bahwa alasan tasyabbuh dalam kajian hukum Islam sangat dominan. Salah satunya bisa ditemukan dalam kasus shalat ketika matahari terbit.

Nabi melarang kita untuk shalat saat itu karena menyerupai ibadahnya para penyembah matahari. Oleh sebagian ulama, larang ini diarahkan kepada makruh saja tidak sampai haram.

Oleh sebab itu, Ibnu Hajar kemudian berkata, “Kalau tasyabbuh menjadi alasan melukis dilarang maka tidak wajar kalau hukumnya lebih berat dari makruh sebagaimana hukum shalat dikala matahari terbit”

Intinya, dalam tulisannya ini Doni mengungkapkan bahwa ada banyak pendapat dalam persoalan hukum menggarkan tersebut. Jika mau pendapat ekstrem, kata dia, silahkan ikuti Syekh bin Baz, ulama yang mengatakan menggambar objek yang bernyawa dengan kamera dan lainnya adalah haram. Pendapat yang super berat ini tentu sangat berat dilakukan di zaman sekarang ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement