REPUBLIKA.CO.ID, Kesehatan reproduksi dalam tubuh perempuan sangat dijaga dalam Islam. Memberikan upaya perlindungan pada kesehatan reproduksi itu pun dikemukakan oleh para ahli fikih dan ulama- ulama klasik. Salah satu upaya perlindungan bagi kesehatan reproduksi perempuan adalah menjauhkan risiko bagi kaum ibu dan anak akibat kehamilan yang berlebihan.
Selain itu, menjaga jarak kehamilan yang terlalu padat dan dekat antara satu anak dengan anak lainnya. Kontrasepsi atau dikenal istilah dengan program keluarga berencana (KB) di Indonesia sejatinya telah masuk ke dalam diskursus fikih Islam. Sebab, kontrasepsi meliputi aspek pencegahan risiko bagi anak menyusu akibat kehamilan baru, risiko bagi ibu akibat melahirkan (talq), risiko kehamilan pada usia sangat muda, risiko genetik karena perkawinan kerabat dekat, dan lainnya.
Sebelum menguak pendapat para ulama-ulama fikih klasik dalam menguraikan tentang perlindungan kesehatan reproduksi, menarik disimak uraian dari sejumlah dokter-dokter Islam.
Dalam buku Islam dan KB karya Abd al-Rahim Umran dijelaskan, alasan medis untuk kontrasepsi diidentifikasi oleh para dokter Islam. Dijelaskan, beragam alasan menggunakan kontrasepsi juga bagian dari upaya perlindungan fungsi reproduksi perempuan. Sebagai contoh, alasan usia muda istri dan ketidakmampuan untuk menanggung kehamilan karena rahim yang kecil, penyakit atau cacat dalam rahim, kelemahan kandung kemih.
Alasan lainnya adalah kekhawatiran akan ketidakmampuan tubuh karena tekanan kepala janin dalam melahirkan, hingga adanya penyakit yang dapat membesar bila hamil atau melahirkan yang menjurus kepada kematian si ibu.
Dalam perspektif fikih, terdapat sejumlah alasan kesehatan melalui kontrasepsi untuk melindungi fungsi reproduksi. Mengenai kesehatan anak yang menyusu misalnya, Nabi SAW bersabda: “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu dengan tidak sadar. Karena di masa depan (al-ghailah) akan mempunyai akibat yang sama dengan seorang penunggang kudayang terkejar oleh lawan dan dilemparkan dari kudanya.”
Alquran menganjurkan waktu penyusuan anak selama dua tahun apabila orang tua menghendaki penyusuan yang lengkap. Mengingat adanya peringatan Nabi terhadap al-ghailah atau kehamilan dalam masa penyusuan, dapat disimpulkan bahwa hadis ini dianggap sebagai suatu persetujuan bagi penjarakan kelahiran anak.
Menjauhi hubungan seksual untuk masa dua tahun penuh demi mencegah kehamilan yang tak terputus dinilai hal sulit. Untuk itu, menggunakan alat kontrasepsi dianggap merupakan solusi yang terbaik dibandingkan menghindari hubungan seksual dalam tempo yang lama.
Imam al-Ghazali misalnya, mendukung penuh keabsahan pemeliharaan kecantikan dan kesehatan istri serta perlindungan atasnya agar terhindar dari marabahaya termasuk risiko melahirkan. Hal inilah yang merujuk bahwa untuk menekan risiko kehamilan, persusuan, dan hubungan antara suami dengan istri, alat kontrasepsi boleh digunakan.
Imam Ibnu Hajar juga mendukung perlindungan bagi anak yang menyusu dari bahaya kehamilan baru. Hal serupa juga disuarakan oleh Imam al-Qadhi Nu'man dan Ibnu Abdin dari Madzhab Hanafi di abad ke-19. Risiko kesehatan bagi ibu dijadikan basis untuk mengizinkan kontrasepsi oleh Komisi Fatwa al-Azhar pada 1953. Komisi tersebut membela kontrasepsi karena dapat membantu memudahkan masalah bagi manusia dan membebaskan dari kesukaran.
Terutama apabila terdapat rasa kekhawatiran bagi nyawa atau kesehatan perempuan akibat kehamilan yang terlalu sering. Adapun dasar dari Komisi Fatwa al-Azhar adalah dalil Alquran surah al-Baqarah ayat 185 berbunyi: “Yuridullahu bikumul-yusra wa la yuridu bikumul-usra.” Yang artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.