REPUBLIKA.CO.ID, MANAMAH -- Bahrain sepakat menormalisasi hubungan dengan Israel. Dalam sebuah pernyataan bersama, Amerika Serikat (AS), Bahrain, dan Israel mengatakan kesepakatan itu tercapai setelah Presiden Donald Trump berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa pada Jumat (11/9).
Kesepakatan itu muncul sebulan setelah Uni Emirat Arab (UEA) mencapai kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel. Bahrain adalah negara Arab keempat yang menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Mesir, Yordania, dan UEA. Kesepakatan Bahrain mengikuti jejak UEA telah mendapatkan reaksi dari sejumlah negara dan pemangku kepentingan lain dalam konflik Palestina-Israel.
Otoritas Palestina (PA) mengutuk kesepakatan normalisasi Bahrain-Israel sebagai pengkhianatan lain oleh negara Arab. Sementara itu, Hamas mengatakan, kesepakatan itu merupakan agresi yang menimbulkan "prasangka serius" terhadap perjuangan Palestina.
"Perjanjian tersebut adalah tusukan di belakang perjuangan Palestina dan rakyat Palestina, seperti kesepakatan UEA-Israel yang diumumkan bulan lalu," ujar Menteri Urusan Sosial PA Ahmad Majdalani dilansir Aljazirah, Sabtu (12/9).
Turki juga mengecam normalisasi hubungan antara Bahrain dan Israel. Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, normalisasi itu akan memberikan pukulan baru bagi upaya untuk membela perjuangan Palestina.
"Ini selanjutnya akan mendorong Israel melanjutkan praktik tidak sah terhadap Palestina dan upayanya untuk menjadikan pendudukan tanah Palestina permanen," kata pernyataan kementerian.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menyebut, langkah-langkah untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan itu harus datang dari Israel. Safadi menambahkan, Israel harus menghentikan semua prosedurnya untuk merusak solusi dua negara dan mengakhiri pendudukan ilegal atas tanah Palestina.
Kecaman keras juga datang dari Iran. Penasihat khusus urusan internasional untuk parlemen Iran dan mantan wakil menteri luar negeri, Hossein Amir Abdollahian, mengatakan kesepakatan normalisasi hubungan Bahrain dan Israel adalah pengkhianatan besar bagi perjuangan Islam dan Palestina.
Sebaliknya, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi menghargai langkah penting yang telah diambil Israel dan Bahrain untuk membangun hubungan diplomatik. "Kesepakatan itu akan membantu membangun stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah, dengan cara yang mencapai penyelesaian yang adil dan permanen atas masalah Palestina," kata el-Sisi dalam cicitannya di Twitter.
Selain itu, UEA menyambut baik keputusan Bahrain dan Israel untuk menjalin hubungan. UEA mengatakan pihaknya berharap hal itu akan berdampak positif pada perdamaian dan kerja sama di kawasan dan di seluruh dunia.
"Itu merupakan langkah signifikan menuju era keamanan dan kemakmuran, (dan) akan memperluas ruang lingkup kerja sama ekonomi, budaya, ilmiah, dan diplomatik," kata Kementerian Luar Negeri UEA dalam sebuah pernyataan.