REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, berharap bantuan dana insentif dari pemerintah untuk mengurangi dampak kerugian transaksi usaha selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total. Diketahui, PSBB mulai diberlakukan Senin (14/9).
"Harapan kami kepada pemerintah bisa diberikan fasilitas dan insentif. Tidak hanya pengusaha obat, tapi sektor lain alat kesehatan juga, sebab pada kenyataannya tidak ada (sampai saat ini)," kata Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Pramuka, Edy Haryanto, di Jakarta, Sabtu (12/9) sore.
Edy mengungkapkan, saat ini kekurangan pendapatan materi dari transaksi perdagangan di Pasar Pramuka berkisar 50 persen dari total nilai keseluruhan berkisar Rp 2miliar-Rp 3 miliar per hari selama pandemi Covid-19.
"Kalau dihitung jumlah toko di sini ada 240 kios, misalnya satu toko sehari transaksinya paling sedikit Rp 3 juta-Rp 5 juta, totalnya berkisar Rp 1 miliar- Rp 3 miliar. Itu di saat normal," katanya.
Edy menambahkan, saat ini transaksi pedagang masih didominasi pemesanan obat dan alat kesehatan oleh instansi maupun layanan kesehatan seperti rumah sakit.
"Kalau pemesanan dari instansi dan rumah sakit porsinya sekitar 75 persen, sisanya transaksi langsung di toko," katanya.
Edy mengatakan, meski Pasar Pramuka masuk dalam kategori esensial atau jenis usaha vital yang memperoleh dispensasi operasional, rencana PSBB total di Jakarta mulai Senin (14/9) diprediksi berdampak pada berkurangnya jumlah konsumen yang datang ke pasar. Sebab pemberitahuan dari pemerintah terkait penularan Covid-19 yang masih tinggi di Jakarta akan membuat konsumen enggan membeli langsung ke kios pedagang.
Sementara, untuk menjual obat-obatan secara daring melalui layanan e-commerce, kata Edy, hingga saat ini belum ada payung hukum yang menaungi para pedagang.
"Pasti orang malas keluar rumah. Sementara obat-obatan tidak diizinkan dijual dengan sistem online. Sementara ini tidak ada regulasinya," katanya.