REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beijing menentang penjualan paksa operasi TikTok di AS oleh pemiliknya asal China, ByteDance. Beijing lebih memilih melihat aplikasi video singkat itu ditutup di Amerika Serikat.
ByteDance telah dalam pembicaraan untuk menjual bisnis TikTok di AS kepada pembeli potensial, termasuk Microsoft dan Oracle, sejak presiden AS Donald Trump mengancam untuk memblokir layanan tersebut jika tidak dijual. Trump telah memberi ByteDance tenggat waktu hingga 15 September untuk menyelesaikan kesepakatan.
Namun pejabat China yakin penjualan paksa akan membuat ByteDance dan China tampak lemah dalam menghadapi tekanan dari Washington, menurut sumber Reuters, dikutip Ahad (13/9).
ByteDance dalam sebuah pernyataan mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah China tidak pernah menyarankan untuk harus menutup TikTok di AS atau di negara lain mana pun. Dua sumber mengatakan China menggunakan kebijakan ekspor teknologi, yang dibuat pada 28 Agustus, untuk menunda kesepakatan apa pun yang dicapai oleh ByteDance, jika perlu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan AS menyalahgunakan konsep keamanan nasional. China mendesak AS untuk berhenti menindas perusahaan asing.