Ahad 13 Sep 2020 11:44 WIB

Banyak Orang Bercerai Saat Pandemi Covid-19

Perceraian disebabkan banyak faktor, salah satunya cekcok terus menerus.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Sidang Perceraian
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Sidang Perceraian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar prihatin dengan tingginya angka perceraian pada 2020 yang sedang dilanda pandemi Covid-19. Karenanya ia mengingatkan para dai agar berdakwah untuk mencegah terjadinya perceraian yang disebabkan banyak faktor.

"Fakta yang bisa kita lihat sekarang ini tingginya perceraian di masa pandemi Covid-19 ini, perceraian di daerah pandemi Covid-19 meningkat tajam," kata Kiai Nasaruddin kepada Republika.co.id, Jumat (11/9).

Ia menerangkan, faktor penyebab perceraian ini bervariasi, penyebab perceraian yang paling banyak karena cekcok atau pertengkaran terus menerus. Tahun 2019 perceraian karena cekcok sebanyak 244.452 kasus atau 55 persen. Pada 2020 dari Januari sampai Juli kasus perceraian karena cekcok sebanyak 151.863 kasus atau 58 persen.

Perceraian karena masalah ekonomi, tahun 2019 sebanyak 121.373 kasus atau 27 persen. Tahun 2020 dari Januari sampai Juli, kasus perceraian karena masalah ekonomi sebanyak 67.249 kasus atau 26 persen.

"Kasus perceraian karena suami atau istri wafat, tahun 2019 sebanyak 60.241 kasus atau 14 persen, sekarang (tahun 2020 dari Januari sampai Juli) perceraian karena wafat suami atau istri sebanyak 32.118 kasus atau 12 persen," ujarnya.

Kiai Nasaruddin menyampaikan, kasus perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tahun 2019 sebanyak 6.098 kasus atau 1,3 persen. Tahun 2020 dari Januari sampai Juli perceraian karena KDRT ada sebanyak 3.312 kasus atau 1,2 persen.

Ia mengatakan, kasus perceraian karena mabuk, di tahun 2019 ada 2.313 kasus atau 0,5 persen. Di tahun 2020 dari Januari sampai Juli ada 1.205 kasus atau 0,4 persen. Kemudian perceraian karena murtad, tahun 2019 ada 1.420 kasus atau 0,3 kasus. Di tahun 2020 dari Januari sampai Juli ada 923 kasus atau 0,3 persen.

"Perceraian karena pasangannya dipenjara, di tahun 2019 ada 1.253 kasus atau 0,2 persen. Di tahun 2020 (dari Januari sampai Juli) ada 736 kasus atau 0,2 persen," ujarnya.

Kiai Nasaruddin menerangkan, perceraian karena poligami tahun 2019 ada 1.255 kasus atau 0,3 persen. Di tahun 2020 dari Januari sampai Juli ada 682 kasus kasus atau 0,2 persen. Perceraian karena judi di tahun 2019 ada 1.135 kasus atau 0,2 persen.

Di tahun 2020 dari Januari sampai Juli ada 557 kasus atau 0,2 persen. Perceraian karena zina di tahun 2019 ada 820 kasus atau 0,1 persen. Sementara di tahun 2020 dari Januari sampai Juli ada 461 kasus atau 0,1 persen.

Kiai Nasaruddin mengingatkan, para dai harus menaruh perhatian terhadap persoalan rumah tangga umat. Supaya umat bisa mengatasi persoalan rumah tangga yang muncul.

"Jadi di balik (pandemi) Covid-19 ini ada keresahan rumah tangga dan konflik rumah tangga yang semakin meningkat, jadi dakwah itu harus lebih banyak fokus bagaimana menyehatkan keluarga, keluarga harus diajak sabar," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement