REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono memandang Pembatasan Sosial Berskala Komunitas (PSBK) cenderung lebih efektif ketimbang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Konsep PSBK sudah pernah digulirkan dokter Pandu beberapa waktu lalu namun baru-baru ini Presiden Joko Widodo menggaungkan istilah serupa dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM).
Contoh PSBM atau PSBK mirip seperti yang dijalankan di Jawa Barat. PSBK dipandang dokter Pandu lebih efektif karena kekuatan ikatan antar masyarakat lebih kuat.
"Dulu saya konsepkan pembatasan sosial berskala komunitas karena lebih sustain. Komunitas tidak harus RT, RW tapi bisa di tempat kerja, pabrik, pecinta sepeda. Gunanya supaya saling mendidik dan menjaga satu sama lain di dalam komunitasnya," kata dokter Pandu pada Republika, Ahad (13/9).
Pada Jumat lalu, Presiden Jokowi menggulirkan wacana PSBM dengan penguatan pembatasan sosial dilakukan di tingkat RT dan RW. Jokowi memandang PSBM bakal lebih efektif menekan lajut Covid-19 karena didasari pengalaman empiris.
Namun dokter Pandu menganggap wacana yang disampaikan oleh Jubir Kepresidenan Fadjroel Rachman itu hanya mengada-ngada. Sebab penerapan PSBM/K belum ada regulasinya secara nasional.
"Mungkin statement pak Jokowi itu reaksi mau ada PSBB (DKI Jakarta). Kan PSBB ada regulasinya, yang sekarang (PSBM/K) tidak ada regulasinya," ujar dokter Pandu.
Pandu menilai karantina berbasis komunitas diperlukan demi mengisolasi kasus di kawasan atau rumah tangga tertentu. Pandu optimis PSBK bisa menekan laju Covid-19.
"Ikatan sosial dalam PSBK lebih baik dari PSBB. Saya sarankan lakukan itu untuk tekan lajut Covid-19," sebut dokter Pandu.
Diketahui, aturan PSBM pertama diterapkan oleh Pemprov Jabar sesuai Pergub Jabar nomor 48 tahun 2020. Warga yang tinggal di kawasan PSBM dipantau ketat dan tak bisa kemana-mana selama dua pekan tanpa izin tim pelaksana PSBM setempat. Selama PSBM dilakukan, pemda menyalurkan bantuan pada warga.
Sedangkan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Aturan tersebut diumumkan Presiden Jokowi pada akhir Maret lalu.