REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengusulkan agar pemerintah menghapus istilah zona dalam penanganan Covid-19. Istilah zona merah, kuning, hijau tersebut dipandangnya malah menyesatkan masyarakat.
Pandu menjelaskan istilah zona merah tidak efektif karena hanya menggambarkan siapa orang yang positif Covid-19 di lokasi itu. Padahal bisa saja pasien di lokasi itu tertular di tempat lain.
Asumsi aman pada zona hijau akhirnya bisa keliru karena bisa saja ada yang tertular di zona itu tapi tak terdeteksi. Penyebabnya bisa karena penderita Covid-19 masuk kategori tanpa gejala atau pengetesan yang masih minim.
"Saya tidak setuju istilah zona. Kalau ada yang hijau bisa diketahui dari kapasitas testingnya. Kalau tidak ada yang testing tidak tahu positif apa tidaknya," kata Pandu pada Republika, Ahad (13/9).
Atas dasar itu, Pandu menilai istilah zonasi Covid-19 sudah tak lagi tepat digunakan. Istilah zonasi baru bisa digunakan ketika tes massal telah dilakukan secara menyeluruh pada suatu lokasi sehingga terpantau siapa yang terjangkit dan mana yang tidak.
Pandu menyayangkan jika istilah zonasi digunakan berlarut-larut karena hal itu menjadi dasar penetapan suatu kebijakan penanganan Covid-19.
"Penamaan zona yang digagas gugus tugas harus ditinggalkan karena menyesatkan. Karena tidak refleksikan keadaan sesungguhnya. Padahal data ini sering dipakai untuk lakukan sesuatu (kebijakan)," ujar Pandu.