Ahad 13 Sep 2020 17:48 WIB

Forum Mujahid Sebut Opsi Kasus Denny Siregar

Pengadilan rakyat akan digelar ketika penanganan di kepolisian tak membuahkan hasil

Suasana aksi menuntut polisi untuk segera memroses Denny Siregar di depan Polresta Tasikmalaya, Jumat (7/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Suasana aksi menuntut polisi untuk segera memroses Denny Siregar di depan Polresta Tasikmalaya, Jumat (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bayu Adji P

TASIKMALAYA -- Forum Mujahid Tasikmalaya berencana menggelar pengadilan rakyat untuk penanganan kasus dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan Denny Siregar kepada santri dan pesantren Tasikmalaya. Pengadilan rakyat itu akan digelar ketika penanganan di kepolisian tak juga membuahkan hasil.

Ketua Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil mengatakan telah melakukan pertemuan dengan pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, sebagai pelapor dalam kasus itu. Dari pertemuan itu, disepakati empat poin langkah yang akan dilakukan.

"Pertama, kita akan berkirim surat ke Polda Jabar untuk meminta proses percepatan kasus ini dan audiensi," kata dia, Ahad (13/9).

Ia mengatakan, penanganan kasus Denny Siregar di kepolisian telah berjalan lebih dari dua bulan, tepatnya dua bulan delapan hari. Namun, hingga saat ini belum ada pemanggilan yang dilakukan kepada terlapor.

Karena itu, dalam surat yang akan disampaikan ke Polda Jabar, Forum Mujahid Tasikmalaya akan meminta kejelasan. "Kalau surat itu tak ada tanggapan, kita akan mencabut laporan dan melaksanakan pengadilan rakyat. Bentuknya seperti apa, kita akan bahas lagi," ujar dia.

Nanang menjelaskan, pengadilan rakyat itu bukan hanya akan dihadiri oleh umat Muslim dari Tasikmalaya, melainkan juga dari Jakarta, Banten, dan daerah lainnya. Ia menargetkan, jika dalam waktu tiga bulan sejak laporan dibuat masih belum ada perkembangan signifikan, pihaknya akan lakukan pencabutan laporan dan melakukan pengadilan rakyat.

"Kalau tak ada tindak lanjut, cabut laporan, selesaikan dengan pengadilan rakyat. Itu kan sudah bentuk ketidakpercayaan pada penegak hukum. Kita berharap itu tak terjadi, karena kalau pengadilan rakyat terjadi akan merugikan semua pihak," kata dia.

Selain bersurat ke Polda Jabar, pihaknya akan meminta audiensi ke DPRD Kota Tasikmalaya untuk mempertanyakan sikap pemerintah dan para wakil rakyat. Sebab, menurut dia, hingga belum ada sikap dari eksekutif dan legistlatif di Kota Tasikmalaya ketika santrinya dihina.

Selanjutnya, Nanang menambahkan, pihaknya juga akan memperbanyak bahan kronologis penghinaan oleh Denny Siregar kepada santri untuk disebarkan ke Forum Pondok Pesantren (FPP). "Jadi pesantren menjadi satu pemahaman," kata dia.

Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengatakan, pihaknya telah memenuhi pemanggilan dari Polda Jabar beberapa hari yang lalu. Dalam pemanggilan itu, kata dia, polisi melakukan silaturahmi dan memberikan perkembangan kasus.

"Biasanya kan polisi memberikan SP2HP itu melalui surat. Surat itu baru sampai setelah dua hari saya pulang dari Polda," kata dia.

Menurut dia, Polda memberikan laporan bahwa mereka telah meminta keterangan ahli dari ITB, Bareskrim, dan menyurati Facebook Indonesia untuk membuka IP address akun Denny Siregar. Langkah menyurati Facebook Indonesia itu merupakan prosedur untuk memastikan akun yang mengunggah foto santrinya benar-benar milik Denny Siregar dan diunggah olehnya.

"Saya kecewa karena Polda begitu lambat. Padahal itu sudah dapat dipastikan diposting oleh Denny Siregar. Bahkan pengacaranya sudah membuat pernyataan di televisi," kata dia.

Ruslan mengatakan, pihaknya menyerahkan ke Forum Mujahid Tasikmalaya untuk langkah selanjutnya. Kalau tak ada tindak lanjut, kata dia, akan ada pengadilan rakyat.

Denny Siregar sebelumnya telah dilaporkan ke polisi terkait pernyataannya dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.

Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kuasa hukum Denny, Muannas Alaidid pernah mengklaim, bahwa, kasus kliennya sudah selesai. Muannas berasalan, yang disoal Denny dalam status Facebook-nya itu adalah foto anak kecil yang dilibatkan dalam aksi demonstrasi.

Menurut dia, pelibatan anak dalam aksi merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.

"Jadi lucu kalau (kasus) anak kecilnya tidak diproses, masak Denny diproses. Mereka tidak ditangkap saja itu sudah bagus," kata dia kepada Republika pada 27 Juli lalu.

Muannas menjelaskan, pesan yang disampaikan dalam tulisan Denny itu jelas, yaitu keprihatinannya terhadap pelibatan anak dalam kegiatan politik. Menurut dia, pelibatan anak dalam kegiatan politik adalah bentuk eksploitasi yang dilarang menurut UU Perlindungan Anak.

"Jadi kalau ada dugaan pencemaran nama baik menggunakan foto itu yang ancaman pidananya kecil, dan belum tentu dapat dibuktikan. Tapi kalau melibatkan anak dalam kegiatan demo yang ancaman pidananya tinggi, dan itu sudah terang-benderang malah enggak diproses, kan aneh namanya," ujar dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement