Senin 14 Sep 2020 11:58 WIB

Ahli: Vaksin Oxford Belum Rampung Saat Gelombang 2 Covid-19

Inggris kemungkinan akan dilanda gelombang 2 Covid-19 masih tanpa keberadaan vaksin.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Penelitian vaksin corona, ilustrasi. Vaksin Oxford yang digarap bersama AstraZeneca disebut belum akan rampung ketika gelombang dua Covid-19 melanda Inggris.
Foto: Antara/Umarul Faruq
Penelitian vaksin corona, ilustrasi. Vaksin Oxford yang digarap bersama AstraZeneca disebut belum akan rampung ketika gelombang dua Covid-19 melanda Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Gugus Tugas Vaksin Inggris dan juga profesor kedokteran Oxford University, Sir John Bell memperingatkan vaksin virus corona tidak akan siap dalam waktu dekat untuk menghadapi gelombang kedua. Ini dikarenakan sebagian besar vaksin membutuhkan waktu sekitar delapan tahun untuk dikembangkan, sementara para ahli baru mengerjakan vaksin Covid-19 selama delapan bulan saja.

Komentar itu muncul ketika Oxford University memulai kembali uji klinis utamanya untuk vaksin corona. Uji klinis sempat dihentikan lantaran salah satu sukarelawan menderita reaksi serius serta cukup merugikan.

 

Akan tetapi, Medicines Health Regulatory Authority (MHRA) telah mengonfirmasi bahwa uji coba aman untuk dilanjutkan dalam upaya Inggris untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Vaksin Oxofrd tersebut sedang dalam pengujian Fase 3, yang berarti dapat diujicobakan pada sejumlah besar pasien di berbagai wilayah Inggris.

 

Pada pekan lalu, sekitar 30 ribu orang di Inggris, AS, Brasil, dan Afrika Selatan telah mengikuti uji coba vaksin dalam kerja sama dengan perusahaan farmasi AstraZeneca. Dengan kembali berlangsungnya pengujian, vaksin mungkin bisa siap pada akhir tahun.

 

"Kami akan sulit mengalahkan gelombang kedua sekarang," kata Sir John kepada The Daily Telegraph.

 

Sementara itu, Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan kepada LBC pekan lalu, AstraZeneca sudah mulai memproduksi vaksin. AstraZeneca, yang juga bekerja sama dengan beberapa universitas, mengatakan produksi vaksin itu rutin dan diharapkan bisa diuji coba dalam jumlah besar dan signifikan.

Baca Juga

 

"Kami sudah mendapatkan 30 juta dosis yang telah dikontrak dengan AstraZeneca," kata Hancock.

 

Merespons pernyataan Hancock, Sir John mengingatkan bahwa Inggris bisa jadi saat ini berada tepat di depan gelombang kedua. Tetapi, vaksin mungkin baru tiba menjelang akhir gelombang kedua.

 

"Kita mungkin bisa menyelesaikan uji vaksin sekitar tiga hingga empat bulan lebih cepat dari vaksin lain untuk bisa dipakai," ungkap Sir John dilansir The Sun.

 

Menurut AstraZeneca, penghentian sementara uji coba vaksin seperti yang sempat dialaminya adalah hal biasa dalam penelitian skala luas. Hanya saja, rincian potensi gejala penyakit yang tidak dapat dijelaskan, yang dilaporkan terjadi pada salah seorang sukarelawan masih belum jelas. The New York Times melaporkan, sukarelawan tersebut didiagnosis dengan myelitis transversal, yakni sindrom inflamasi yang memengaruhi sumsum tulang belakang. Namun, hal ini belum dikonfirmasi.

 

Sebelumnya, AstraZeneca mengungkap, vaksin yang dikembangkannya menunjukkan efek kekebalan tubuh yang kuat pada sukarelawan. Tidak ada reaksi merugikan yang tercatat sampai Selasa pekan lalu, meskipun dari 1.000 peserta ada lebih dari setengah peserta melaporkan efek samping ringan, seperti sakit kepala dan nyeri otot.

 

Vaksin Oxford adalah salah satu dari dua vaksin yang saat ini dikembangkan di Inggris, bersama dengan Imperial College London. Akhir bulan lalu, AstraZeneca mulai merekrut 30 ribu orang di AS untuk studi vaksin terbesarnya. AstraZeneca juga sedang menguji vaksin pada ribuan orang di Inggris, dan dalam penelitian yang lebih kecil di Brasil dan Afrika Selatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement