Senin 14 Sep 2020 18:01 WIB

Migran di Pulau Lesbos Yunani Minta Dipindah

Nasib para migran semakin tidak jelas setelah kebakaran kamp di Pulau Lesbos

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Gambaran umum kamp pengungsi baru di Kara Tepe di pulau Lesbos, Yunani, 13 September 2020. Sekitar dua ratus pengungsi dan pendatang, sebagian besar keluarga sudah memasuki kamp setelah mereka diperiksa untuk Covid-19.
Foto: EPA-EFE/ORESTIS PANAGIOTOU
Gambaran umum kamp pengungsi baru di Kara Tepe di pulau Lesbos, Yunani, 13 September 2020. Sekitar dua ratus pengungsi dan pendatang, sebagian besar keluarga sudah memasuki kamp setelah mereka diperiksa untuk Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, LESBOS -- Ribuan migran yang terdampar di Pulau Lesbos, Yunani minta dipindah setelah kebakaran kamp pengungsi pekan ini.

Pemerintah konservatif Yunani mengatakan mereka bertekad untuk mengatasi masalah kamp yang penuh sesak dan telah memindahkan sekitar 13.500 orang dari kamp Lesbos tahun ini. Hanya saja, pihak berwenang menolak untuk mengizinkan transfer massal ke daratan sejak kebakaran terjadi pada pekan lalu.

Baca Juga

Keputusan pemerintah itu pun membuat kemarahan dari penduduk pulau maupun dari para migran sendiri. Sementara, migran mendirikan tempat penampungan baru di luar pelabuhan utama Mytilene.

"Tidak ada yang mau pergi ke kamp baru, kami semua ingin pergi ke negara lain. Tidak ada yang mau tinggal di sini, kami di penjara," kata mahasiswa dari Afghanistan yang telah di Lesbos selama setahun, Sajida Nazari.

Nazari mengatakan, kondisi semakin sulit ketika para migran menghadapi iklim yang mengancam setiap kali mereka keluar. "Penduduk setempat memusuhi, mereka menyerang kami secara lisan dan terkadang secara fisik, terutama saat kami pergi ke Mytilene untuk berbelanja," katanya.

Lesbos dan pulau-pulau lain di lepas pantai Turki telah menjadi salah satu titik masuk utama bagi para migran ke Eropa selama bertahun-tahun. Kondisi tersebut memuncak pada 2015-2016 ketika sekitar satu juta orang tiba dengan perahu kecil.

"Satu pulau tidak dapat memikul semua beban ini," kata pejabat senior yang bertanggung jawab atas migrasi di Lesbos dan pulau-pulau utara Aegean lainnya, Dimitris Koursoubas.

Sebanyak 4.280 pendatang baru di Lesbos sepanjang tahun ini dan jumlahnya lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, insiden pencurian dan kerusakan yang dituduhkan oleh penduduk kepada para migran, membuat suasana wilayah itu tidak kondusif.

“Orang-orang dari Lesbos, Chios, Samos ramah. Akan selalu ada suara-suara ekstrem, tapi secara umum mereka ramah. Tapi mereka sudah muak," kata Koursoubas.

Kamp yang penuh sesak menahan lebih dari 12.000 migran itu melebihi kapasitas hingga empat kali lipat dari jumlah yang seharusnya. Kondisi itu memaksa ribuan orang untuk hidup dalam kesulitan sehingga membebani baik penghuninya maupun penduduk di daerah terdekat.

Protes pun telah sering dilakukan mengkritik kondisi kamp yang tidak layak dan kumuh. Namun, Uni Eropa tidak dapat mencapai kesepakatan antara negara-negara seperti Yunani dan Italia.

Koursoubas mengatakan, situasi tidak aman di pulau itu tidak bisa berlanjut. "Eropa juga perlu menerima beberapa dari orang-orang ini yang tidak menyeberang untuk tinggal di Mytilene, di Yunani, tetapi pergi ke Eropa," katanya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement