REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengakui terdapat hambatan distribusi pupuk bersubsidi hingga di lini kecamatan. Hal itu diketahui setelah dirinya melakukan pengecekan di enam provinsi dalam sebulan terakhir.
"Satu bulan ini saya cek. Apa yang kita temukan di lapangan masih 80 persen tersisa, jadi ada distribusi yang belum berjalan," kata Syahrul dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (14/9).
Dia menuturkan, pendistribusian pupuk bersubsidi memang terus menjadi masalah setiap tahunnya. Pasalnya, volume yang disediakan dengan jumlah permintaan jauh lebih sedikit. Itu sebabnya, pupuk bersubsidi terasa seperti langka.
Syahrul menjelaskan, tahun ini total permintaan pupuk berdasarkan data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani mencapai 22 juta ton. Namun, yang disetujui hanya 7 juta ton. Kementan, kata Syahrul, baru mendapatkan tambahan anggaran khusus pupuk sebanyak Rp 3,1 triliun sehingga alokasi pupuk bersubsidi bertambah menjadi total 9 juta ton.
"Mendistribusikan ini bukan hal yang mudah, pertanggung jawab ada di lini IV yaitu kabupaten dan lini V di kecamatan dan agen. Oleh karena itu kita harus terus cek dan turun ke lapangan," kata Syahrul.
Pihaknya pun mengakui distribusi pupuk mulai level IV dan level V yang harus menjadi pembenahan oleh pemerintah. Pasalnya, masalah kerap terjadi pada level itu karena merupakan tingkatan yang dekat ke masyarakat. Dirinya pun tak menampik masih terdapat modus-modus di lapangan yang akhirnya menganggu distribusi pupuk.
Namun, Syahrul tak menjelaskan lebih detail seperti apa modus yang dimaksud. Ia memastikan, Kementan akan terus mengawasi distribusi pupuk menjelang musim tanam kedua bulan Oktober mendatang. "Kita akan masuk, di mana yang bersoal secara persis," katanya.