REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sejarahnya, hubungan antara presiden Amerika Serikat, media, dan perang itu setali tiga uang alias tidak bisa dipisahkan. Artinya, berbagai kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk menguasai dunia akan didukung media massa Amerika Serikat.
Bahkan, untuk mewujudkan ambi sinyal itu, jika perlu bisa ditempuh dengan perang. Perang adalah jalan penting untuk menunjukkan kewibawaan negeri Paman Sam di mata dunia dengan didukung peng usaha di Amerika Serikat
Intinya adalah presiden AS dipakai seba gai 'alat' untuk mengeluarkan kebijakan yang didukung oleh media. Orang-orang di bela kang media inilah yang sebenarnya berkuasa atas kebijakan AS. Mereka tidak saja berkuasa secara ekonomi, tetapi juga politik.
Hubungan antara politik, ekonomi, dan media kita buktikan pada masa pemerin tah an presiden ke-40 AS, Ronald Reagan. Perusahaan General Electric (GE) adalah pen dukung total Reagan. Charles Wilson (pimpinan GE) menjadi juru bicara perusahaan untuk pro perang. Bahkan, GE memberi panggung Reagan bertajuk "GE Theater".
GE sendiri mempunyai beberapa stasiun televisi, termasuk NBC. Jadilah panggung politik berkolaborasi dengan perusahaan dengan didukung media. Sebagaimana diketahui, GE adalah kontraktor militer terbesar ketiga di AS yang meraup miliaran dolar per tahun. Mereka terlibat memproduksi bagian-bagian senjata nuklir AS, mesin pesawat jet militer, dan peralatan elektronik untuk Pentagon.
Perusahaan-perusahaan besar AS, sebagaimana GE, tentu punya kepentingan meraih keuntungan dari kebijakan politik AS. Perusahaan-perusahaan itu berambisi untuk mempunyai jaringan televisi yang dianggap mampu mewujudkan mimpinya. Tercatat NBC dimiliki GE, CBS (Viacom), ABC (Dis ney), Fox (Ropert Murdoch), dan CNN (Time Warner). Bahkan, anggota direktur utama mereka juga menjadi direksi perusahaan pembuat senjata. Misalnya Boeing, Coca Cola, Chevron, Xerox, Philips Morris, dan lain-lain. Jadi, koalisi antara politik, perang, dan media bukan sesuatu yang aneh di AS.
Lawrence Grossman, mantan penang gung jawab PBS dan NBC News, bahkan per nah menggambarkan peran media AS sebagai berikut. "Tugas presiden adalah menerapkan agenda dan media bertugas mengikutinya." (Andreas, 2004). Maka saat AS mau perang, media massa bertugas mengulang-ulang pembenaran perang. Di sisi lain, perusahaan senjata siap menyuplai peralatannya.
Jerry D Gray (2006) pernah mengung kapkan bahwa media televisi AS penuh dengan bias informasi. Peristiwa-peristiwa yang sering kita saksikan telah dipelintir sedemikian rupa dengan kebohongan dan tipuan. Media AS telah bergeser dari media yang seharusnya melaporkan berita aktual menjadi media propaganda kepentingan politik AS. Bahkan, Gray sampai pada sim pulan, "Bukan apa yang mereka katakan, melainkan apa yang tidak mereka katakan."