REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Pengadilan Negeri Denpasar Sobandi mengatakan akan mengkaji permohonan pergantian majelis hakim atas perkara terdakwa I Gede Ary Astina alias Jrx karena dituding memiliki konflik kepentingan.
"Untuk permintaan dari penasehat hukum terdakwa, yaitu mengganti majelis hakim sudah kami terima tadi suratnya dan kami akan pelajari ya. Kami akan pelajari apakah memang harus diganti atau tidak," ucap Sobandi saat ditemui di PN Denpasar, Senin (14/9).
Ia menjelaskan mengganti majelis hakim itu alasannya ada dua yang penting, yaitu adanya konflik kepentingan bagi hakim dengan perkara dan mutasi hakim. Ia mengatakan akan mempelajari terkait ada atau tidaknya konflik kepentingan hakim seperti yang dimaksud kuasa hukum dari terdakwa Jrx.
Sedangkan terkait mutasi, saat ini belum ada SK Mutasi hakim. Selanjutnya terkait sidang online, Sobandi mengatakan telah disepakati dasarnya adalah SKK MA mengenai SK Dirjen 379 sebagai dasar hukumnya.
Sedangkan mengenai dugaan konflik kepentingan langsung atau tidak langsung sebagaimana disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa terhadap perkara itu, akan kita pelajari dahulu."Mengenai pernyataan ketua pengadilan sehingga secara tidak langsung intervensi ya atau apa istilahnya, nah penilaian itu ada di masing-masing pihak, cuma saya jamin ketua pengadilan tidak ada mengintervensi. Semua keputusan ada di majelis hakim untuk sidang online atau tidak online," kata Sobandi.
Sebelumnya, kuasa hukum Jrx, I Wayan Suardana alias Gendo mengatakan selain dugaan konflik kepentingan tidak langsung, majelis hakim juga mengalami konflik yuridis karena menempatkan MoU seolah-olah di atas KUHAP sebagai UU atau ketentuan hukum yang mengatur hukum acara. Menurutnya, selain diduga memiliki konflik kepentingan tidak langsung, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo juga secara sengaja melanggar dan menyimpangi hukum acara pidana.
"Kemudian yang dijadikan dasar adalah komitmen Ketua PN untuk tetap sidang online dan kemudian itu dijadikan dasar majelis hakim yang memeriksa perkara a quo untuk kemudian menetapkan tidak online. Itu menunjukkan majelis hakim tidak bebas dan berada dalam tekanan karena melanjutkan komitmen Ketua PN Denpasar. Padahal ini dua entitas yang berbeda. Untuk majelis hakim berdasarkan UU kekuasaan kehakiman , jadi wajib mengadili perkara secara independen dan tidak di bawah tekanan dan tidak memiliki konflik kepentingan," kata Gendo.