REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Analis independen Prancis menyimpulkan bahwa Alexei Navalny, oposisi Pemerintah Rusia, diracun menggunakan Novichok (racun saraf) dalam sebuah upaya pembunuhan. Demikian keterangan Kantor Kepresidenan Prancis pada Senin.
"Presiden menyatakan keprihatinan mendalam atas aksi kriminal yang dilakukan terhadap Alexei Navalny, dan perintahnya adalah bahwa harus ada titik terang tanpa ditunda-tunda atas kejadian tersebut serta ada pertanggungjawaban atas percobaan pembunuhan ini," tulis Kantor Presiden Emmanuel Macron dalam pernyataan.
Pernyataan itu keluar setelah Macron melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sebelumnya, Jerman menyatakan bahwa hasil uji laboratorium di Swedia dan Prancis secara independen telah menguatkan hasil serupa--bahwa Navalny diracun dengan Novichok--dari pengujian Jerman yang keluar lebih awal pada bulan ini.
"Beliau (Macron) menyatakan solidaritas penuh dengan Jerman mengenai langkah-langkah yang akan diambil dan konsekuensi yang akan muncul dari situasi ini," kata Kantor Kepresidenan.
"Klarifikasi dari Rusia dibutuhkan dalam konteks penyelidikan yang kredibel dan transparan," menurut Kantor Macron lebih lanjut.
Macron berupaya untuk menurunkan ketidakpercayaan antara Rusia dengan negara Barat, berharap untuk mendapatkan bantuan Rusia dalam menyelesaikan krisis dunia. Para pejabat Prancis menyebut tidak ada kemajuan dalam dialog struktur lima poin yang diusulkan Macron kepada Putin, lebih dari setahun lalu.