Selasa 15 Sep 2020 10:25 WIB

Studi: Malas Gerak Selama WFH Tingkatkan Risiko Kematian

Minim aktivitas saat WFH berisiko tinggi tingkatkan kematian oleh berbagai penyakit.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Minim aktivitas saat WFH berisiko tinggi tingkatkan kematian oleh berbagai penyakit (Foto: ilustrasi bekerja di rumah)
Foto: Pixabay
Minim aktivitas saat WFH berisiko tinggi tingkatkan kematian oleh berbagai penyakit (Foto: ilustrasi bekerja di rumah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Work from home (WFH) selama berbulan-bulan telah berdampak pada minimnya aktivitas fisik banyak orang di Indonesia. Lebih jarang pergi keluar, melewatkan gym, berjam-jam menggunakan Zoom, sehingga lebih banyak duduk dan minim aktivitas fisik.

Berbagai studi telah menunjukkan bahwa terlalu banyak duduk meningkatkan risiko kematian karena penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan kanker. Sebuah studi tahun 2016 meninjau data dari lebih dari 1 juta pria dan wanita.

Baca Juga

Mereka yang banyak duduk dan minim aktivitas fisik paling tinggi risiko kematiannya. Sebaliknya, mereka yang tidak sering duduk dan memiliki tingkat aktivitas fisik sedang atau tinggi, rendah risiko kematiannya.

Profesor kinesiologi dan profesor kedokteran Universitas Virginia, Arthur L Weltman menekankan bahwa aktivitas fisik itu penting meskipun work from home (WFH). Menurut dia, setidaknya luangkan waktu 60 hingga 75 menit sehari untuk aktivitas fisik kategori sedang, atau 30 hingga 40 menit untuk aktivitas berat.

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang diakibatkan kerja otot rangka dan meningkatkan pengeluaran tenaga seperti energi. Aktivitas fisik mencakup banyak hal, bisa melakukan stretching di sela-sela WFH, melakukan pekerjaan rumah, berjalan di sekitar rumah, hingga olahraga yang bisa dilakukan dari rumah seperti body combat, hiit cardio, yoga dan lainnya.

“Manfaat aktivitas fisik banyak sekali, termasuk menurunkan risiko kematian dari semua penyebab: penyakit jantung, stroke, diabetes tipe 2, kanker, obesitas, hipertensi, dan osteoporosis. Kesehatan otak Anda akan lebih baik, mungkin cukup membantu menangkal depresi, kecemasan, demensia, dan Alzheimer. Dan kualitas tidurmu akan meningkat,” kata Weltman seperti dilansir dari Business Insider pada Selasa (15/9).

Selama WFH dan pembatasan wilayah, banyak juga orang yang mengeluhkan susah tidur. Padahal untuk kesehatan yang optimal, tidur cukup adalah keharusan yang mutlak.

Menurut Weltman, orang dewasa yang kurang tidur biasanya berdampak pada perilaku, perubahan emosi, pengambilan keputusan hingga pemecahan masalah. Tidur yang buruk juga dapat memengaruhi sistem kekebalan pada orang-orang dari segala usia, yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

“Kurang tidur juga meningkatkan obesitas. Pada dasarnya, itu meningkatkan hormon kelaparan (ghrelin) dan menurunkan hormon kenyang (leptin). Ini membuat Anda cenderung makan berlebihan,” kata Weltman.

Pada orang dewasa, kekurangan tidur dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke, dan penyakit ginjal. Orang dewasa membutuhkan 7-8 jam per hari untuk tidur

Anak-anak juga menderita jika mereka kurang tidur. Kurang tidur memperlambat pelepasan hormon pertumbuhan. Remaja membutuhkan 8-10 jam tidur, dan anak-anak berusia 6-12 membutuhkan 9-12 jam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement