Selasa 15 Sep 2020 12:42 WIB

BPS: Permintaan Global Lemah, Total Ekspor Turun 6,51 Persen

Kontraksi ekspor disebabkan oleh pembatasan sosial yang terjadi di banyak negara.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menggunakan alat reach stackers di Terminal Peti Kemas Perawang, di Kabupaten Siak, Riau, Jumat (7/8). Kinerja ekspor sepanjang Januari hingga Agustus 2020 mencapai 103,16 miliar dolar AS. Realisasi ini mengalami penurunan 6,51 persen dibandingkan pencapaian pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu 110,35 miliar dolar AS.
Foto: ANTARA/FB Anggoro
Pekerja menggunakan alat reach stackers di Terminal Peti Kemas Perawang, di Kabupaten Siak, Riau, Jumat (7/8). Kinerja ekspor sepanjang Januari hingga Agustus 2020 mencapai 103,16 miliar dolar AS. Realisasi ini mengalami penurunan 6,51 persen dibandingkan pencapaian pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu 110,35 miliar dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor sepanjang Januari hingga Agustus 2020 mencapai 103,16 miliar dolar AS. Realisasi ini mengalami penurunan 6,51 persen dibandingkan pencapaian pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu 110,35 miliar dolar AS.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, aktivitas ekonomi di banyak negara yang masih lambat akibat pembatasan sosial menjadi penyebab kontraksi tersebut. "Permintaan berbagai negara lemah dan ada aktivitas ekonomi yang belum berjalan normal," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/9).

Baca Juga

Apabila dilihat lebih rinci, hampir seluruh sektor mengalami kinerja ekspor yang kontraksi. Penurunan paling dalam terjadi pada migas yang menyusut 33,93 persen dibandingkan Januari-Agustus 2019, menjadi 5,26 miliar dolar AS.

Salah satunya karena adanya penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Suhariyanto menyebutkan, ICP pada Agustus 2020 saja mengalami kontraksi 27,3 persen dibandingkan Agustus 2019, yaitu menjadi 41,63 dolar AS per barel.

Industri pengolahan yang berkontribusi 80,23 persen dari total kinerja ekspor Januari-Agustus 2020 juga mengalami kontraksi. Nilai ekspornya mencapai 82,76 persen, atau tumbuh negatif 1,18 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, 83,75 miliar dolar AS.

Pertambangan dengan peranan 12,34 persen pada ekspor juga mengalami kontraksi. Penurunannya mencapai 22,45 persen, yakni dari 16,42 miliar dolar AS pada Januari-Agustus 2019 menjadi 12,74 miliar dolar AS pada periode tahun ini. "Selain permintaan turun, harga batubara juga turun cukup tajam," ucap Suhariyanto.

Satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan positif pada kinerja ekspornya adalah pertanian. Sepanjang Januari-Agustus 2020, nilainya sebesar 2,40 miliar dolar AS, naik 8,59 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Peningkatan ekspor buah-buahan tahunan menjadi faktor utamanya.

Pangsa ekspor nonmigas Indonesia masih tidak berubah. Pada Januari-Agustus 2020, sebagian besar komoditas ekspor Indonesia dikirim ke Cina dengan nilai 17,81 miliar dolar AS atau 18,19 persen dari total nilai ekspor. "Komoditas utamanya, besi dan baja, lemak dan minyak hewan nabati," ucap Suhariyanto.

Posisi kedua ditempati Amerika Serikat (AS) dengan nilai ekspor 11,82 miliar dolar AS atau 12,08 persen dari total kinerja ekspor sepanjang Januari-Agustus ini. Komoditas utamanya, pakaian dan aksesorisnya dari rajutan serta mesin dan peralatan elektronik.

Khusus untuk Agustus, kinerja ekspor Indonesia mencapai 13,07 miliar dolar AS. Nilai ini juga turun 4,62 persen dibandingkan bulan Juli. Merujuk data BPS, kontraksi ini dialami setelah kinerja ekspor mencatatkan kenaikan pada dua bulan sebelumnya secara berturut-turut.

Diketahui, pada Juni, ekspor tumbuh 15,09 persen (month to month/mtm) menjadi 10,53 miliar dolar AS. Kinerja ekspor kembali naik 14,33 persen pada Juli (mtm) menjadi 13,73 miliar dolar AS.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement