REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pengadilan Israel mengeluarkan putusan untuk meratakan Masjid Qaqaa Bin Amr dengan tanah di wilayah pendudukan Yerusalem Barat. Masjid tersebut diklaim pengadilan Israel tak punya surat perizinan yang memadai.
Dilansir dari Al-Jazeera pada Selasa (15/9), Kementerian Dana Abadi dan Hubungan Agama Palestina langsung menyikapi putusan pengadilan Israel dengan kutukan. Pengadilan Israel diwanti-wanti agar tak melakukan penghancuran Masjid. Lembaga tersebut mengajak dunia internasional termasuk Liga Arab dan OKI agar melindungi situs suci dan tempat ibadah Muslim di Yerusalem.
Pengadilan Israel memang memberi tenggat waktu selama 21 hari untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Jika tidak dilakukan banding maka putusan akan langsung ditindak di lapangan.
Diketahui, Masjid Qaqaa Bin Amr dibangun pada 2012 setinggi dua lantai. Masjid itu mampu mengakomodasi ratusan jamaah untuk beribadah setiap harinya.
Masjid Qaqaa Bin Amr pernah dijatuhi putusan penghancuran serupa pada 2015. Namun putusan itu belum pernah diterapkan.
Dalam beberapa tahun belakangan, Israel menguasai sebagian kota Silwan di Yerusalem Barat. Kondisi ini diperburuk dengan kampanye penghancuran rumah penduduk asli Palestina dalam beberapa pekan terakhir.
Penduduk Palestina yang tinggal di sana dipaksa angkat kaki. Mereka kini kesulitan mencari rumah karena Israel sendiri sulit menerbitkan izin pembangunan. Wilayah tersebut memang strategis karena dekat dengan kompleks Masjid Al Aqsha.
Dalam laporan Ir Amim selaku lembaga advokasi Israel mencatatkan 104 unit rumah warga Palestina diratakan pada 2019. Sedangkan pada tahun 2018 hanya 72 rumah saja. Israel mengklaim bangunan rumah itu dihancurkan karena melanggar aturan.