REPUBLIKA.CO.ID, JUBA — Dewan Menteri Sudan Selatan secara resmi mencabut aturan penutupan sekolah-sekolah di negara itu yang diberlakukan sejak Maret lalu untuk mencegah penyebaran infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Mulai Senin (14/9), pembukaan sekolah akan kembali dilakukan.
Dalam wawancara eksklusif dengan The East African, Menteri Informasi Sudan Selatan Michael Makuei mengkonfirmasi bahwa keputusan pembukaan kembali sekolah dilakukan dengan mengikuti studi komprehensif oleh Satuan Tugas Nasional tentang Covid-19. Ia mengatakan hasil pengamatan menunjukkan tingkat penularan wabah telah berkurang di negara itu.
“Keputusan itu berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satgas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat penularan telah berkurang dan tidak ada lagi kasus dalam beberapa minggu terakhir," ujar Makuei dalam wawancara tersebut, seperti dilansir All Africa, Selasa (15/9).
Melalui studi tersebut, Makeui mengatakan Pemerintah Sudan Selatan memutuskan bahwa sekolah dan perguruan tinggi harus dibuka kembali pada waktu-waktu yang akan ditetapkan oleh kementerian Umum Pendidikan. Pedoman yang diterapkan dalam pembukaan itu akan dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkiat.
Dewan Menteri Sudan Selatan juga mencabut aturan pembatasan jam kerja. Dengan demikian, pada pekan ini, kantor-kantor dan kegiatan sejenis lainnya di negara itu dapat mulai dibuka kembali mulai pukul 08.00 hingga 17.00 waktu setempat.
Pemerintah Sudan Selatan pada Maret lalu mengambil langkah-alngkah untuk mencegah penyebaran Covid-19 seperti menutup perbatasan, sekolah, dan bisnis yang dianggap tidak penting. Termasuk dalam aturan itu adalah larangan perjalanan antarnegara bagian, dan membatasi transportasi umum.
Namun, pada Juli lalu, Save the Children, Unicef dan Unesco merilis pernyataan pers yang meminta negara-negara untuk meninjau penangguhan pembelajaran. Badan-badan kemanusiaan internasional ini menyerukan pembukaan kembali sekolah, dengan mengatakan bukti menunjukkan anak-anak dirugikan dengan harus berada atau tinggal lebih lama di rumah.
Organisasi tersebut juga menekankan bahwa banyak anak yang kekurangan gizi karena tidak adanya program pemberian makanan di sekolah dan mereka juga menghadapi pelecehan. Pada Mei, Kementerian Pendidikan dan Petunjuk Umum Sudan Selatan melaporkan 23 kasus kehamilan remaja di salah satu negara bagian saja.
Kemudian pada Juli, otoritas Eastern Equatoria mengatakan ebih dari 125 gadis remaja di wilayah negara bagian itu mengalami kehamilan di bawah usia dewasa. Hal itu diyakini terkiat dengan redundansi yang disebabkan oleh karantina wilayah (lockdown) selama pandemi Covid-19.