Selasa 15 Sep 2020 16:01 WIB

Arteria Dahlan: Komnas HAM Jangan Jadi Provokator

Anggota Komisi III DPR mengkritik peran Komnas HAM.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengkritik peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurutnya, lembaga tersebut tak perlu mencampuri tugas legislasi DPR dalam pembahasan undang-undang.

"Tugas kami ini membuat undang-undang bersama pemerintah, bapak tidak boleh menjadi penghasut apalagi menjadi provokator. Meminta DPR hentikan pembahasan rancangan undang-undang, bapak ini siapa," ujar Arteria dalam rapat kerja dengan Komnas HAM, Selasa (15/9).

Baca Juga

Menurutnya, Komnas HAM saat ini tak hadir untuk masyarakat yang mengalami permasalahan HAM. Baik itu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, konflik agraria, hingga sentimen ras dan agama.

"Kalau kita melihat apa sih yang dikerjakan Komnas HAM bagi republik, coba bapak tulis aja prestasi bapak, prestasi Komnas HAM di tahun ini apa," ujar Arteria.

Ia turut menyinggung anggaran Komnas HAM yang tidak digunakan maksimal untuk kerjanya dalam bidang hak asasi manusia. Arteria mengungkapkan, lembaga tersebut menggunakan hampir 95 persen anggarannya hanya untuk belanja pegawai.

"Buat kerja-kerjanya tidak ada. Apa yang bapak kerjakan? pelanggaran HAM terkait konflik agraria, pelanggaran HAM berat, apa yang kalian kerjakan selain membuat kegaduhan dengan Kejaksaan Agung," ujar politikus PDIP itu.

Sebelumnya, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga merekomendasikan omnibus law RUU Cipta Kerja tak dilanjutkan pembahasannya. Menurutnya, hal itu dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sandrayati menyebut, proses pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga tidak melibatkan partisipasi publik. Hal itu, kata dia, tidak sejalan dengan hak asasi manusia dalam negara demokratis.

"Proses pembahasan dan juga substansi yang dibahas itu yang kami lihat tidak sesuai, belum sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan negara demokratis," ujar Sandrayati.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement