REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menuturkan, ulama di antara orang-orang yang membutuhkan pengawalan ketika melaksanakan suatu kegiatan. Namun, yang berkewajiban melakukannya adalah pemerintah melalui aparat keamanannya.
"Sebenarnya (pengawalan) itu kewajiban negara kalau di Indonesia. Kalau nanti pengawal itu dianggap bagian dari keamanan, ya sebenarnya di manapun berada, umat Islam, bangsa Indonesia, warga negara, itu berhak mendapat pengamanan dari negara," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/9).
Kiai Cholil memandang, pengamanan merupakan kewajiban pemerintah melalui aparat keamanan karena menggunakan uang rakyat dalam mengemban tugasnya. Selain itu aparat keamanan juga instrumen negara untuk menjaga keamanan warganya.
Karena itu, menurut Kiai Cholil, tokoh agama baik kiai, habib, maupun ulama termasuk yang membutuhkan pengamanan. Tingkat pengamanannya tergantung pada tingkat kerawanan. "Pejabat negara, kiai, ulama, habaib, tentu butuh pengamanan," tutur dia.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti juga berpandangan, kasus penusukan yang terjadi pada Syekh Ali Jaber merupakan musibah. "Tetapi, kasus yang menimpa Syeikh Ali Jaber bisa menjadi pelajaran tentang pentingnya menyiapkan keamanan dalam setiap penyelenggaraan acara yang menghadirkan massa dalam jumlah besar, apalagi di ruang terbuka," tuturnya.
Sebelumnya, pendakwah Syekh Moh Ali Jaber ditusuk seorang pria saat mengisi kajian di Masjid Falahuddin, Tamin, Tanjungkarang, Pusat, Bandarlampung, pada Ahad (13/9) sore. Syekh Ali Jaber mengalami luka pada bagian atas tangan kanannya.
Setelah itu, Syekh Ali Jaber kemudian dilarikan ke Puskesmas terdekat untuk diberikan pertolongan. Jamaah yang hadir kemudian langsung menangkap lelaki yang melakukan penusukan. Aparat kepolisian langsung mengamankan pelaku ke tempat pos polisi.