Selasa 15 Sep 2020 17:10 WIB

Sepertiga Pengeluaran Masyarakat untuk Pangan Olahan

Peningkatan konsumi pangan olahan seiring peningkatan layanan pesan antar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Peserta menata produk makanan olahan dalam Pameran Pangan Nusantara dan Pameran Produk Dalam Negeri (PPN-PPDN) (ilustrasi). Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, sepertiga pengeluaran masyarakat digunakan untuk pangan olahan.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Peserta menata produk makanan olahan dalam Pameran Pangan Nusantara dan Pameran Produk Dalam Negeri (PPN-PPDN) (ilustrasi). Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, sepertiga pengeluaran masyarakat digunakan untuk pangan olahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pola konsumsi pangan olahan masyarakat Indonesia disebut cenderung meningkat. Bahkan, sepertiga pengeluaran masyarakat digunakan untuk pangan olahan.

Head of Research CIPS, Felippa Amanta mengatakan, isu keamanan pangan menjadi penting lantaran telah terjadi perubahan konsumsi makanan ke produk olahan atau ultra-olahan. Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut, antara 2017 dan 2019, konsumsi makanan olahan meningkat 9,63 persen.

Baca Juga

Sementara itu, data lain menyebutkan 30 persen pengeluaran bulanan untuk makanan didapatkan dari makanan dan minuman olahan. Peningkatan itu disertai dengan semakin banyaknya konsumen, terutama populasi urban yang memilih untuk membeli makanan dan jasa layanan pesan antar makanan lewat aplikasi daring.

Ia melanjutkan, di seluruh Asia Tenggara, gross merchandise value (GMV) diketahui melonjak 15 kali dari tahun 2015 ke 2019 sehingga nilainya mencapai 6 miliar dolar AS. Data riset Nielsen pun menyebut, di Indonesia jasa antar makanan daring diperkirakan tumbuh 11,5 persen setiap tahun antara 2020 hingga 2024.