REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, kasus penusukan terhadap pemuka agama yang terjadi beberapa hari belakangan dilakukan dengan tujuan tertentu. Menurutnya, peristiwa tersebut tidak bisa hanya dikatakan sebagai sebuah insiden semata.
"Serangan terhadap ulama dalam beberapa tahun terakhir ini jika terjadi satu kali, saya bisa percaya itu insiden namun ini telah berulang kali terjadi di berbagai daerah dan lokasi berbeda sehingga tidak bisa lagi disebut sebagai sekadar insiden," kata Khairul Fahmi di Jakarta, Selasa (15/9).
Dia mengatakan, serangan yang terus berulang dilakukan bisa jadi merupakan sebuah desain. Dia menjelaskan, pengaturan serangan tersebut mungkin dilakukan oleh jaringan fasis yang bisa jadi juga telah menyebar di kelompok-kelompok politik yang selama ini berhadap-hadapan.
Dia berpendapat bahwa serangan-serangan ini tidak dilakukan untuk mencapai target jangka pendek. Melainkan, sambung dia, ada tujuan jangka panjang yang infrastrukturnya sudah disiapkan sejak lama yang bertujuan untuk menciptakan instabilitas politik dan keamanan.
"Saya tak melihat bahwa serangan itu dilakukan oleh jaringan atau kelompok kekerasan ekstrem," tambah Khairul.
Dia mengungkapkan, tujuan dari desain penyerangan tersebut adalah untuk menciptakan dan memelihara sikap saling curiga di antara masyarakat, menebar ketakutan dan pada akhirnya kegaduhan. Dia mengatakan, apalagi masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini kondisinya sudah ibarat tumpukan rumput atau jerami kering yang siap dibakar sewaktu-waktu.
Seperti diketahui, Syekh Ali Jaber menjadi korban penusukan oleh pelaku Alfin Adrian (24 tahun) pada Ahad (13/9) lalu. Alfin disebut-sebut pernah menderita penyakit kejiwaan meskipun otoritas kesehatan setempat menegaskan bahwa tidak ada rekam jejak pelaku di Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Sehari sebelumnya, seorang imam di sebuah masjid di Kayuagung, Sumatera Selatan (Sumsel) Muhammad Arif dibacok pelaku berinisial MY di bagian rahang. Peristiwa tersebut terjadi ketika Muhammad Arif tengah memimpin shalat Magrib pada Sabtu (12/9). Arif akhirnya meninggal dunia pada Senin (14/9).