Selasa 15 Sep 2020 17:58 WIB

Palestina: Normalisasi dengan Israel, Hari Kelam Bangsa Arab

Palestina serukan aksi boikot acara MoU normalisasi UEA, Bahrain dengan Israel.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Para anggota kabinet AS bertepuk tangan usai Presiden Donald Trump mengumumkan normalisasi hubungan Bahrain-Israel, Jumat (11/9).
Foto: EPA
Para anggota kabinet AS bertepuk tangan usai Presiden Donald Trump mengumumkan normalisasi hubungan Bahrain-Israel, Jumat (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA) Mohammad Shtayyeh meminta negara-negara Arab untuk memboikot upacara penandatangan perjanjian normalisasi antara Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Upacara tersebut akan ditandatangani pada Selasa (15/9) waktu setempat di Gedung Putih, Amerika Serikat (AS).

Shatyyeh mendeskripsikan upacara penandatanganan itu adalah hari hitam dalam sejarah bangsa Arab. "Hari ini akan ditambahkan ke kalender pahit Palestina," katanya seperti dikutip laman The Jerusalem Post, Selasa.

Baca Juga

Seruan Shtayyeh untuk memboikot acara seremoni pada Selasa datang ketika beberapa faksi Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, mendesak warga Palestina untuk memprotes kesepakatan perdamaian. Shtayyeh mendesak negara-negara Arab untuk menolak perjanjian tersebut.

"Kami menyerukan kepada negara-negara Arab untuk menolak langkah Emirat-Bahrain dan tidak berpartisipasi dalam upacara besok," ujarnya.

"Normalisasi Arab dengan Israel ini berbahaya bagi martabat Arab. Besok, Inisiatif Perdamaian Arab akan dibunuh. Solidaritas Arab akan mati," ujarnya menambahkan.

Diadopsi pada 2002, Inisiatif Perdamaian Arab menyerukan normalisasi Arab dengan Israel dapat dilakukan usai pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya. PA menuduh UEA dan Bahrain bertindak melanggar ketentuan Inisiatif Perdamaian Arab tersebut dengan menyetujui untuk menjalin hubungan dengan Israel.

Selain itu, PA menuduh kedua negara Teluk itu mengkhianati masalah Palestina, Masjid al-Aqsa dan Yerusalem serta menikam rakyat Palestina dari belakang. PA pun memanggil duta besarnya di Abu Dhabi dan Manama untuk memprotes kesepakatan damai dengan Israel.

Shtayyeh juga mengecam Liga Arab, seraya menjulukinya sebagai lembaga perpecahan, dan menuduhnya merusak solidaritas Arab. "Pemerintah Palestina akan merekomendasikan kepada Presiden Mahmoud Abbas bahwa Palestina merevisi hubungannya dengan Liga Arab, yang tetap diam terhadap pelanggaran terang-terangan atas resolusi sendiri, namun tidak ada satupun yang telah dilaksanakan," katanya.

Pekan lalu, menteri luar negeri Liga Arab menolak untuk mendukung rancangan resolusi Palestina yang mengutuk UEA atas keputusannya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Beberapa pejabat dan organisasi Palestina sejak itu meminta kepemimpinan Palestina untuk mundur dari Liga Arab.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement