Selasa 15 Sep 2020 20:40 WIB

Proning Position Bisa Selamatkan Pasien Covid-19, Bahayanya?

Ada bahaya proning position bagi pasien Covid-19 yang rentan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Proning position tak saja bisa dilakukan di rumah sakit untuk melegakan pernapasan. Mereka yang isolasi mandiri di rumah juga bisa mencobanya.
Foto: Thelancet.com
Proning position tak saja bisa dilakukan di rumah sakit untuk melegakan pernapasan. Mereka yang isolasi mandiri di rumah juga bisa mencobanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi tengkurap (proning position) memang dapat meredakan sesak napas pada pasien Covid-19 yang sudah menggunakan ventilator. Di lain sisi, para ahli mengatakan, posisi itu juga dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen pada individu yang rentan.

Menurut para peneliti, termasuk dari Northwestern University Feinberg School of Medicine di AS, kerusakan saraf terjadi akibat dari berkurangnya aliran darah dan peradangan. Kondisi ini jarang dialami oleh pasien non-Covid-19 lainnya yang juga menggunakan ventilator.

Baca Juga

 

"Sungguh mengejutkan betapa besarnya masalah itu. Persentase pasien dengan kerusakan saraf jauh lebih tinggi daripada yang pernah kita lihat pada populasi penyakit kritis lainnya," kata rekan penulis studi Colin Franz dari Sekolah Kedokteran Feinberg di Northwestern, dikutip Times Now News, Selasa.

Berdasarkan penelitian, yang diterima untuk publikasi di British Journal of Anesthesia, para ilmuwan mengatakan jenis cedera ini telah terlewatkan. Sebab, orang yang sakit kritis biasanya akan bangun dengan kelemahan umum akibat lama terbaring di tempat tidur.

Pada pasien Covid-19, peneliti menemukan bahwa pola kelemahan yang tampak selama masa pemulihan cenderung terjadi pada sendi penting, seperti pergelangan tangan, pergelangan kaki, atau bahu. Bagian tubuh ini akan lumpuh total di satu sisi tubuh.

Biasanya, menurut Franz, orang yang sangat sakit dapat mentolerir posisi tengkurap yang membantu pernapasan mereka. Tetapi, saraf pasien Covid-19 tidak dapat mentolerir kekuatan yang pada umumnya dapat ditanggung oleh orang lain dengan kondisi sama.

Menurut para ahli, 12 hingga 15 persen dari pasien Covid-19 yang paling parah akan mengalami kerusakan saraf permanen. Franz memperkirakan angkanya dapat mencapai ribuan pasien di seluruh dunia.

"Kami melihat pasien mendapatkan banyak tekanan di siku atau di leher. Jadi kami telah membuat beberapa penyesuaian pada cara kami memposisikan sendi serta meletakkan bantalan ekstra di bawah siku dan lutut dimana ada tekanan paling besar," ujar Franz.

Para peneliti mencatat bahwa cedera yang paling umum adalah cedera pergelangan tangan, pergelangan kaki, hilangnya fungsi tangan, dan bahu yang mati rasa, sementara beberapa pasien memiliki empat titik cedera saraf yang berbeda. Mengutip penelitian sebelumnya, para ahli mengatakan, stimulasi saraf terapeutik dapat bekerja untuk membantu menumbuhkan kembali saraf, tetapi banyak pasien yang sudah punya riwayat penyakit lain yang mengganggu regenerasi saraf.

Para peneliti mengatakan, saat ini mereka sedang mengerjakan peta tekanan titik cedera untuk sensitivitas saraf, pencitraan radiologi untuk mendokumentasikan cedera, dan sensor kulit untuk membantu mengidentifikasi strategi posisi ‘rawan’.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement