REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Industri herbal dan jamu diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan pesat, baik di pasar domestik maupun global. Sayangnya peluang itu belum dapat dimanfaatkan maksimal, meskipun Indonesia mempunyai varietas bahan baku untuk produk jamu dan herbal terbesar di dunia.
“Ibaratnya, industri herbal dan jamu di Indonesia seperti primadona yang belum dilirik. Industri di sektor ini masih terabaikan oleh berbagai pihak terkait. Saat tren dunia kian mengarah ke produk herbal, industri herbal, dan jamu nasional masih belum bisa berkembang sesuai dengan potensi sesungguhnya,” kata Wakil Ketua DPR Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel dalam sambutannya pada webinar dengan tema Jamu Modern untuk Pasar Indonesia, Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.
Menurut dia, omzet produk herbal dan jamu di pasar global saat ini diperkirakan mencapai sekitar 138,350 miliar dolar AS. Sekitar 55 persen di antara produk itu berupa obat-obatan herbal (herbal pharmaceuticals), sedangkan sisanya berupa produk herbal functional foods, herbal dietary supplements, dan herbal beauty products. Dalam lima tahun ke depan dengan perkiraan pertumbuhan 6,7 persen per tahun, omzet pasar produk tersebut pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai 218,940 miliar dolar AS.
Sementara itu, data yang dikutip dari Kementeriaan Perindustrian, potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik baru sekitar Rp 20 triliun dan ekspor sebesar Rp 16 triliun. Dengan capaian sebesar itu, maka kontribusi produk jamu dan herbal lainnya dari Indonesia di pasar global sangat kecil.
Saat ini ada sekitar 900 pelaku industri herbal dan jamu yang tergabung dalam GP Jamu. Dari jumlah itu, sekitar 65 persen dari total pelaku adalah usaha yang masuk dalam katagori industri kecil, 30 persen usaha menengah, dan sisanya lima persen merupakan usaha besar.
Kerja sama riset
Untuk meningkatan standar produk herbal dan jamu, sejak 2011 BPOM telah mengeluarkan aturan Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Tujuannya antara lain meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam menghadapi persaingan global.
Namun langkah meningkatkan standar mutu produk herbal dan jamu juga perlu diikuti oleh pengembangan produk sejalan dengan kian beragamnya kebutuhan dan konsumen. “Indonesia perlu lebih agresif mengembangkan penelitian terhadap tanaman dan bahan baku herbal yang bisa dimanfaatkan pelaku industri mengembangkan produknya,” kata Rachmat.
Dia optimis, industri jamu dan produk herbal Indonesia ke depan akan semakin prospektif di pasar domestik, regional, maupun global. Ceruk pasar sektor industri berbasis kearifan lokal ini kian terbuka terbuka lebar, terutama di era pandemi Covid-19.
sumber:khoirul azwar