Rabu 16 Sep 2020 16:49 WIB

Legislator: Mustahil Menunda Pilkada Kembali 

Legislator sebut mustahil menunda Pilkada sampai Indonesia dinyatakan bebas Covid

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 penting untuk dilaksanakan 9 Desember 2020. Menurutnya mustahil menunda pilkada sampai Indonesia benar-benar dinyatakan bebas Covid-19, sebab  tidak ada satupun yang tahu kapan Covid-19 akan berakhir,

"Saya memahami dan mengerti kekhawatiran publik bahwa Pilkada 2020 mendatang berpotensi menjadi kluster baru persebaran Covid-19 di Indonesia. Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan," kata Zulfikar kepada Republika.co.id, Rabu (16/9).

Baca Juga

Zulfikar memandang pilkada tetap perlu digelar untuk menjamin kesetaraan kesempatan warga negara dalam pemerintahan dan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah. Selain itu alasan pilkada mendesak untuk dilakukan karena norma dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan secara jelas masa jabatan kepala/wakil kepala daerah hanya lima tahun sejak pelantikan dan tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pergantian jabatan kepala/wakil kepala daerah pasca selesai masa jabatan. 

Selain itu, UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah juga menegaskan bahwa pemilihan kepala/wakil kepala daerah harus diselenggarakan lima tahun sekali. Oleh karena itu, menurutnya yang perlu dilakukan saat ini yaitu sikap adaptif, yakni menyesuaikan segala tahapan pilkada dengan protokol kesehatan.  

"Semangatnya adalah memastikan perlindungan nyawa dan kedaulatan rakyat Indonesia," ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu menguraikan lima solusi di dalam pelaksaan pilkada serentak 2020 agar tidak memunculkan klaster covid-19. Pertama yaitu penyadaran. Dirinya meminta semua pihak, terutama Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu secara masif dan maksimal menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya Covid-19.

"Kedua, ketersediaan anggaran. Guna mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja Penyelenggara, maka anggaran Pilkada 2020 harus segera terpenuhi semua. Terlebih jika semangat alokasinya menuju pada penyelamatan nyawa warga negara," jelasnya.

Kemudian solusi yang ketiga yakni berkaitan dengan peralatan. Pemenuhan kebutuhan Alat Perlindungan Diri selama Pilkada 2020 harus berbasis pemilih dan TPS.

Solusi keempat, lanjut Zulfikar, berkaitan dengan penegakan hukum. Ia mendorong agar semua perlu bersikap tegas tanpa kompromi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Artinya, bila pasangan calon, penyelenggara, pemilih, dan warga tidak mengindahkan protokol kesehatan, maka sanksi bisa diberlakukan. 

"Indonesia memiliki UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan," ucapnya.

Terakhir, Zulfikar mengingatkan bahwa konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016 memberi ruang adanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan. "Jadi, jika di suatu daerah benar-benar berstatus Zona Hitam atau terjadi transmisi Covid-19 secara cepat dan meluas, maka opsi penundaan lokal patut untuk dipertimbangkan," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement