REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China membantah adanya kerja paksa di Provinsi Xinjiang. Hal itu merespons keputusan Amerika Serikat (AS) membatasi impor produk kapas dari Xinjiang karena menganggap terdapat praktik demikian di sana.
"Apa yang disebut masalah 'kerja paksa' (di Xinjiang) benar-benar dibuat-buat oleh beberapa organisasi dan individu Barat, yang sepenuhnya bertentangan dengan fakta," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Cina Wang Wenbin pada Selasa (15/9), dikutip laman resmi Kemlu Cina.
Wang mengatakan hak dan kepentingan pekerja dari kelompok etnis minoritas di Xinjiang dilindungi hukum. Menurutnya tidak ada batasan apapun atas kebebasan pribadi mereka. "Adat istiadat, kepercayaan, agama, dan bahasa lisan serta tulisan mereka semuanya dilindungi oleh hukum. Bagaimana orang bisa menyebut ini 'kerja paksa'?" ucapnya.
Dia mengkritik dan memprotes kebijakan AS yang menerapkan pembatasan impor kapas dari Xinjiang dengan alasanya adanya kerja paksa. "Ini adalah tindakan perisakan yang mencolok. China dengan tegas menentang hal ini," ujar Wang.