REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) terus memperkuat daya tempur militernya dengan mengembangkan alat utama sistem senjata (alutsista) baru untuk angkatan udara dan angkatan laut. Tujuannya untuk tetap mengungguli kekuatan militer China, salah satu seteru utamanya di Asia.
Untuk angkatan udara, militer AS kini sedang mengembangkan pesawat tempur baru. Pengembangannya dilakukan secara digital sehingga prosesnya lebih cepat.
Rencana pengembangan itu dinamakan Digital Century Series dengan misi membuat pesawat tempur baru setiap lima tahun sekali. Program pengembangannya dinamakan Next Generation Air Dominance (NGAD).
Asisten Sekretaris Angkatan Udara AS untuk Akuisisi, Teknologi dan Logistik Will Roper, mengatakan, program NGAD telah berhasil menerbangkan sebuah pesawat baru di "dunia fisik". Sebelumnya, pesawat tempur baru itu masih dikembangan dalam dunia digital.
“Kami telah membangun dan menerbangkan demonstran pesawat skala penuh di dunia nyata, dan kami memecahkan rekor dalam melakukannya. Kami siap untuk melanjutkan dan membangun pesawat generasi berikutnya dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Roper kepada Defense News yang dikutip Sputnik, Selasa (15/9).
Roper mengatakan, program NGAD memang telah berkembang sangat cepat dibandingkan sebelumnya berkat rekayasa digital. Namun, dia menolak untuk menjelaskannya lebih lanjut karena "kami tidak ingin musuh kami mengetahuinya".
Kendati demikian, belum terlalu jelas apakah pesawat demonstran itu hanyalah pesawat konsep atau prototipe pesawat baru dari Digital Century Series. The Drive mencatat, AS belum meluncurkan pesawat tempur baru dalam 20 tahun terakhir atau sejak diperkenalkannya Boeing X-32 dan Lockheed Martin X-35 pada 2000.
Tak ketinggalan, angkatan laut AS juga sedang mengembangkan alutsista baru. Rencananya akan dikembangkan beberapa jenis kapal tak berawak besar (UVs). Beberapa di antaranya adalah kapal fregat dan kapal tempur pesisir.
Berdasarkan Laporan Layanan Penelitian Kongres AS baru-baru ini, rencana pengembangan kapal UVs itu menelan biaya 580 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,5 triliun pada tahun anggaran 2021.
"Angkatan Laut ingin memperoleh UVs besar ini sebagai bagian dari upaya untuk menggeser Angkatan Laut ke arsitektur armada yang lebih terdistribusi," demikian bunyi laporan itu sebagaimana dikutip Sputnik.
Laporan itu juga menyebut, angkatan laut AS akan mengembangkan kapal permukaan tak berawak besar (USV). Angkatan Laut berencana mengembangkan dua prototipe USV pada 2021, satu pada 2022 dan satu lagi pada 2023.
USV besar akan berukuran 200 kaki hingga 300 kaki (61 - 91 meter) dan akan mampu membawa senjata "perang anti-permukaan dan muatan serang, yang pada prinsipnya adalah rudal anti-kapal dan serangan darat".
USV menengah akan memiliki panjang antara 45 dan 190 kaki. Sebagian besar digunakan untuk sistem peperangan elektronik serta untuk intelijen, pengawasan, dan pengintaian.
Menurut laporan Kongres AS itu, salah satu faktor yang mendorong angkatan laut untuk mengembangkan alutsista minim awak itu adalah keinginan untuk tetap mengungguli China.
“Angkatan Laut ingin menggunakan strategi akuisisi yang dipercepat untuk pengadaan UV besar ini, agar dapat digunakan lebih cepat. Keinginan Angkatan Laut untuk menggunakan strategi akuisisi yang dipercepat ini dapat dilihat sebagai ekspresi dari urgensi Angkatan Laut untuk menerjunkan UVs besar untuk memenuhi tantangan militer masa depan dari negara-negara seperti China," demikian diktum laporan tersebut.