Rabu 16 Sep 2020 20:05 WIB

Nasib Pedagang Pasar, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Selain kondisi pasar semakin lesu, mereka pun tak dapat bantuan pemerintah.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Kuli panggul saat beraktivitas di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (16/9). Pada PSBB kali ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap memberikan izin pasar atau kawasan niaga untuk beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuli panggul saat beraktivitas di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (16/9). Pada PSBB kali ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap memberikan izin pasar atau kawasan niaga untuk beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hantaman badai krisis akibat pandemi Covid-19 sudah sangat terasa bagi para pedagang di pasar-pasar tradisional. Kebijakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bulan lalu tidak membawa efek yang signifikan. Ditambah mereka tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti Usaha Kecil Menengah (UKM). 

"Kondisi pasar semakin lesu daya beli terus melemah, kita benar-benar terdampak sejak awal Maret karena tidak ada kepastian. Memang ada pelonggaran tapi diluar prediksi karena memang pembelinya tidak ada, omzet turun drastis" ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/9).

Memang, sambung Ngadiran, ada beberapa jenis pedagang yang masih bisa survive di tengah hantaman krisis ini. Tetapi, kata dia, hanya pedagang tertentu yaitu pedagang yang menjual kebutuhan dapur, misalnya pedagang ayam, ikan, sayur mayur dan pedagang beras. Karena masih ada yang membeli meski daya beli masyarakat sangat lemah. 

"Seirit-iritnya orang kan pasti butuh makan, mungkin pembeli tidak sebanyak tahun lalu tapi omzetnya juga anjlok. Apalagi pedagang baju, kelontong, perabot menjerit sudah," ungkap Ngadiran.

Terkait beralih ke sistem online, menurut Ngadiran juga tidak memberikan efek yang signifikan. Padahal, para pedagang sudah mulai melayani penjualan online, baik lewat aplikasi-aplikasi yang sudah lama ada atau pun aplikasi yang bermunculan pada saat pandemi Covid-19 ini. Sebab, kata Ngadiran, pada dasarnya daya beli masyarakatlah yang melemah. Apalagi hanya beberapa komoditas tertentu yang memungkinkan untuk dipasarkan secara online.

Selanjutnya terkait bantuan dari pemerintah, Ngadiran memastikan hingga hari ini belum ada yang menerima. Sebab, Bantuan Tunai Langsung (BLT) hanya untuk UKM dengan modal Rp 5 juta ke bawah, sedangkan mayoritas pedagang di pasar tidak termasuk ketegori mikro. Sementara yang dijanjikan pemerintah untuk para pedagang di pasar adalah kredit bunga rendah. 

Padahal, lanjut Ngadiran, di masa pandemi Covid-19 bank tidak menyalurkan kredit, justru menagih. Praktis, kondisi ini membuat para pedagang di pasar sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Kata Ngadirin, asosiasi juga tidak bisa membantu para pedagang agar terhindar dari kebangkrutan karena sepinya pembelinya. Dia berharap, pemerintah juga memperhatikan para pedagang di pasar, selain UKM dan kaki lima.

"Kemana uang triliunanan yang dianggarkan? Teriakan kita sampai hari ini jelas akibat pasar sepi tidak ada pembeli, kami juga tidak masuk kategori dapat bantuan sosial," keluh Ngadiran. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement