REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai keberadaan calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
"Adanya calon tunggal adalah preseden buruk bagi demokrasi, karena pilihan publik terbatas. Kalau calonnya hanya satu pasang maka publik terbatas pilihannya," ujar Wijayanto dalam diskusi yang digelar secara daring, Rabu (17/9).
Menurut dia, keberadaan calon tunggal membuat masyarakat hanya dihadapkan kepada dua pilihan, yakni memilih calon yang ada atau tidak memilih kandidat sama sekali.
"Seandainya calonnya lebih banyak itu menjadi kabar baik bagi demokrasi karena kita memberikan pilihan kepada publik," ucap dia.