Kamis 17 Sep 2020 10:07 WIB

Abah Alwi dan Pidato Bung Karno Pada Malam 30 September 1965

Selamat jalan abah Alwi tercinta.

Lomba Kreativitas Arsip NasionalWartawan Senior Republika Alwi Shahab (tengah) memberikan dongeng kepada peserta lomba kreativitas di gedung Arsip Nasional, Jakarta Selatan, Sabtu (9/3). Lomba yang diselengarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) ini untuk  meningkatkan Apresiasi anak-anak terhadap arsip merupakan cerminan nilai budaya yang luhur terhadap nilai-nilai kesejarahan.
Foto: Republika/Adhi.W
Lomba Kreativitas Arsip NasionalWartawan Senior Republika Alwi Shahab (tengah) memberikan dongeng kepada peserta lomba kreativitas di gedung Arsip Nasional, Jakarta Selatan, Sabtu (9/3). Lomba yang diselengarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) ini untuk meningkatkan Apresiasi anak-anak terhadap arsip merupakan cerminan nilai budaya yang luhur terhadap nilai-nilai kesejarahan.

REPUBLIKA.CO.ID, 'Abah' Habaib Alwi Shahab pagi tadi wafat. Bagi kami para juniornya jelas merasa sangat kehilangan. Sosok abah yang ceria dan lucu menghiasi memori kami. Keterampilannya bercerita terbaca pada kesehariannya.

Salah satu kenangan yang melekat adalah kisahnya pada awal tahun 2000-an soal situasi malam jahanam di Jakarta pada 30 September 1965. Kala itu kami sembari riungan duduk di sofa di yang ada di bawah tangga kantor memperhatikan kisah ini. Apalagi, selain soal sejarah semua ingin tahu apa latar belakang situasi ibu kota dan Presiden Soekarno saat itu.

Abah Alwi (panggilan akrab Alwi Shahab) bercerita begini. Selaku wartawan muda kantor berita Antara, pada petang hari tanggal 30 September 1965 kantornya meminta agar dia meliput acara Presiden Soekarno pada pukul 09.00 malam di Istora Senayan. Waktu itu Bung Karno akan bicara di depan persatuan Insinyur Indonesia.

''Ya kala itu, bakda Isya saya berangkat ke Senayan dengan naik skuter  vespa. Ya Jakarta terkesan seperti biasanya. Semua masih sepi dan gak ada macet. Di jalan Sudiman masih banyak toko buka kala itu. Saya pergi dari rumah saya yang ada di bilangan Kwitang,'' ujarnya.

Tak lama perjalannya sampai di Senayan. Di sana sudah banyak orang berkumpul. Tentara pun menjaga tempat itu ketat. Ada pasukan pengawal Cakrabirawa di sana. ''Seingat saya di dekat situ juga ada panser,'' kata Abah Alwi.

Namun, meski sudah lewat pukul 09.00 malam, Bung Karno tak kunjung juga datang. Banyak orang yang merasa gelisah. Mereka waswas karena Bung Karno bisa batal datang.

Namun, kekhawatiran ini tak terbukti. Jelang pukul 10.00 malam Bung Karno datang. Dia muncul di depan pertemuan para insinyur dengan di kawal Sobur dan Mualwi Saelan (komandan Cakrabirawa). 

''Setelah itu, Bung Karno pun dipersilakan memberikan pidatonya. Saya yang wartawan duduk mendengarkan sembari mencatatnya untuk membuat berita,'' kisahnya lagi.

Meski begitu, lanjut Alwi, dia saat itu tiba-tiba terlintas ada sesuatu yang janggal dalam pidato presiden kali ini. Dia tak bicara soal insinyur. Tapi, Bung Karno lebih banyak bicara soal filosofi tugas manusia dengan mengutip Mahabarata.

''Bung Karno berpidato soal kewajiban seorang kesatria. Dia mengutip Baghawad Gita, sebuah episode di mana Arjuna enggan berperang melawan saudara sendiri, yang bernama Karna. Bahkan, dalam kisah itu Arjuna sempat mogok bertempur dengan meletakkan busur panahnya. Dia tak mau melawan saudaranya sendiri,'' kata Abah Alwi.

Dan Bung Karno menyampaikan kisah itu dengan sangat menarik. Dia ceritakan rayuan Kresna yang berhasil membujuk Arjuna untuk tidak lagi enggan berperang.

''Saya ingat Bung Karno mengatakan begini menirukan pernyataan Kresna kepada Arjuna. Kamu adalah satria, tugasnya adalah berperang. Maka, lakukanlah kewajiban atau dharmamu. Dalam perang ini tak ada saudara, tapi yang ada adalah dua orang satria yang menjalankan kewajibannya."

Jadi, menurut abah Alwi, Bung Karno malam itu seperti tengah meminta agar para insinyur menjalankan kewajiban tugasnya dengan baik. Tak usah memandang hal lain. Berbaktilah pada negara karena itu tugas seorang satria.

''Setelah Bung Karno pidato acara pun usai. Seingat saya itu kala itu sudah jelang tengah malam. Maka, rombongan Bung Karno pun pulang. Dan saya pun pulang ke Kwitang dengan naik skuter. Sepanjang perjalanan tidak merasa ada hal yang aneh. Biasa saja. Jalanan Jakarta tetap saja masih gelap, setidaknya tidak segemerlap sekarang,'' katanya.

Abah kemudian bercerita bila keesokan harinya baru terdengar ada kehebohan di ibu kota. Dia pun tahunya menjelang tengah hari. Kala itu mulai sibuk bersliweran isu. Apalagi, sejak pagi hari pidato anggota Cakrabirawa soal 'Dewan Jendral yang diamankan' terus disiarkan di RRI.

''Jadi semenjak itu saya berpikir, apakah itu isyarat dari Bung Karno bahwa Indonesia segera memasuki perang Barathayuda seperti kisah dalam Mahabarata? Inilah teka-teki yang saya rasa sampai sekarang,'' ungkap abah Alwi.

Dan pada hari ini, penyampai teka-teki itu sudah berpulang. Allahumaghfirlahu warhamu, ya Abah Alwi. Salam takzim dan cinta kami!

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement