REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ), Nuruddin mengatakan, guru agama memiliki peran yang sangat strategis untuk membendung maraknya ideologi transnasional yang masuk di Indonesia melalui lembaga pendidikan.
“Guru agama itu posisisinya sangat strategis. Karenanya ini tugas kita bersama memastikan bahwa para guru ini harus punya pengetahuan yang cukup tentang pemikiran keagamaan dan pemikiran yang berkembang di masyarakat,” ujarnya dalam acara bedah buku "Ideologi dan Lembaga Pendidikan Islam Transnasional di Indonesia: Kontestasi, Aktor, dan Jaringan" di Bekasi, Rabu (16/9).
Selain itu, menurut dia, pemerintah juga harus membuat parameter tentang apa yang harus dipelajari guru agama, sehingga apa yang disampaikan kepada para siswa bisa tetap sesuai dengan arah tujuan bangsa yang berideologi Pancasila ini.
“Perlu kita siapkan sumber-seumber belajar dalam berbagai bentuk, termasuk juga pelatihan-pelatihan para guru, utamanya guru agama,” ucapnya.
Hal ini disampaikan Nuruddin karena dalam buku yang dibedah tersebut mengungkapkan fakta bahwa lembaga pendidikan Salafi maupun Syi’ah di Indonesia saat ini mengalami peningkatan, baik dari jenjang pendidikan TK, SD hingga jenjang perguruan tinggi.
Sementara itu, penulis buku "Ideologi dan Lembaga Pendidikan Islam Transnasional di Indonesia", Ali Muhtarom menyampaikan bahwa apa yang sebarkan Salafi dan Syiah di Indonesia sebenarnya bukan hanya ajaran keagamaan saja, tapi lebih kepada ideologi politik Islam.
“Yang disebarkan bukan ajaran kegamaan, tapi lebih mengarah kepada gerakan-gerakan atau ideologi Islam politik. Jadi itu yang menjadi catatan,” kata Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini kepada Republika.co.id.
Karena itu, menurut dia, guru atau tenaga pendidik perlu memiliki literasi kebangsaan dan keagamaan yang kuat untuk membendung ideologi transnasional tersebut. “Untuk mengonter wacana ini ya memang harus memiliki literasi kebangsaan yang sangat tinggi dalam konteks keindonesiaan,” jelas Muhtaron.
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten ini menjelaskan, ideologi transnasional seperti Salafi dan Syiah tersebut telah memberikan narasi-narasi yang membuat gamang masyarakat Indonesia untuk meyakini Pancasila sebagai dasar negara. Menurut dia, ideologi transnasional tersebut terus menggerus ideologi bangsa ini.
“Sehingga pemahaman kebangsaan, literasi kebangsaan, dan juga historis berdirinya bangsa ini perlu sekali dipahami oleh guru,” kata Muhtarom.
Di samping itu, tambah dia, guru di pendidikan madrasah atau lembaga pendidikan Islam secara umum juga harus memahami literasi keislaman yang lebih luas, sehingga tidak mudah terpengaruh dengan ideologi-ideologi impor tersebut.
“Jadi jangan memahami keislaman yang tidak dibangun dari sumber-sumber yang otoritatif, sehingga itu penting sekali,” tutupnya.