REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) meyakini, tersangka Andi Irfan Jaya ikut mendapatkan uang dari hasil permufakatan jahat dengan terpidana Djoko Sugiarto Tjandra. Mantan politikus Nasdem itu, menurut Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah, menjadi pihak yang menyalurkan uang suap 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kata Febrie, uang suap tersebut, diduga sebagai panjer pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), untuk membebaskan Djoko Tjandra dari vonis MA 2009. “Andi Irfan, dia terima duit juga dari Djoko Tjandra,” terang Febrie, di Gedung Pidsus, Kejaksaan Agung (Kejakgung, Jakarta, Kamis (17/9).
Namun Febrie, belum mau membeberkan, berapa besaran uang yang sebenarnya diberikan Djoko Tjandra, kepada Andi Irfan. “Untuk pembagian itu, belum ketahuan,” ujar Febrie.
Yang pasti, kata Febrie, hasil penyidikan terhadap tersangka jaksa Pinangki, didapatkan bukti, uang tersebut diberikan melalui Andi. Sementara dalam pemeriksaan terhadap tersangka Djoko Tjandra, mengakui uang kepada Andi Irfan, diberikan lewat perantara Heriyadi. “Jadi ini, sama jalurnya uangnya. Dari Djoko Tjandra semua,” ucap Febrie.
Terkait Heriyadi, pengacara Djoko Tjandra Soesilo Aribowo, pernah mengabarkan kepada Republika (3/9), nama tersebut merupakan ipar dari kliennya. Akan tetapi, kata Soesilo, ipar dari terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut, sudah meninggal dunia sejak Februari 2020 karena Covid-19.
Soesilo membenarkan, pengakuan kliennya yang memerintahkan Hariyadi, memberikan uang kepada Andi Irfan. Tetapi, kata Soesilo, kliennya tak tahu-menahu uang yang diberikan kepada Andi Irfan tersebut, sampai atau tidak ke Pinangki.
“Uang itu, melalui iparnya Pak Djoko Tjandra (Heriyadi). Pak Djoko nggak tahu apakah uang itu nyampe ke Pinangki, atau tidak,” kata Soesilo menerangkan. Karena sudah dikabarkan meninggal dunia, penyidik di JAM Pidsus tak dapat melakukan pemeriksaan.
Febrie melanjutkan, soal tersangka Andi Irfan, penyidikannya akan lebih mendalami peran, dan keterlibatannya. Termasuk kata Febrie menambahkan, soal pengungkapan tentang siapa pihak-pihak pengendali, antara Andi Irfan maupun Pinangki. Karena diyakini, hubungan antara Andi Irfan dan Pinangki, keduanya merupakan sebatas operator lapangan, dalam pengajuan proposal fatwa bebas MA yang ditawarkan ke Djoko Tjandra, di Malaysia pada November 2019.
“Kita berharap pertanyaan-pertanyaan seperti itu saat pemeriksaan Andi Irfan nanti,” kata Febrie menambahkan.
Febrie sebelumnya juga pernah mengungkapkan, tersangka Andi Irfan, salah pihak yang meyakinkan Djoko Tjandra agar percaya dengan proposal fatwa bebas MA yang ditawarkan Pinangki. Menengok pasal yang menjerat Andi Irfan, ia menjadi satu-satunya tersangka yang dikenakan Pasal 6 ayat (1) a UU Tipikor, tentang pemberian suap, dan gratifikasi terhadap hakim, dalam skandal Djoko Tjandra, dan Pinangki ini.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Rabu (2/9), penyidik di JAM Pidsus, belum dapat melakukan pemeriksaan terhadap Andi Irfan. Meski sudah ditahan di Rutan KPK, tetapi proses isolasi, membuat penyidik di JAM Pidsus menangguhkan sementara proses pemeriksaan.
“Kita jadwalkan, Rabu (23/9), baru dilakukan pemeriksaan. Jadi, kalau teman-teman (wartawan), mau tanya tentang Andi Irfan, nanti pas dia diperiksa,” kata Febrie.