Kamis 17 Sep 2020 16:09 WIB

Wimboh Dorong Digitalisasi Keuangan Syariah

Digitalisasi keuangan syariah untuk meningkatkan pangsa pasar yang masih rendah.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memberikan sambutan saat peluncuran Digital Kredit UMKM yang diselenggarakan oleh HIMBARA dan eCommerce di Jakarta, Jumat (17/7/2020). OJK dalam kebijakannya sangat mendukung pengembangan UMKM termasuk dalam masa pandemi COVID-19 dengan memberikan keringanan kredit perbankan dan pembiayaan kepada UMKM yang terdampak.
Foto: Antara/Humas OJK
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memberikan sambutan saat peluncuran Digital Kredit UMKM yang diselenggarakan oleh HIMBARA dan eCommerce di Jakarta, Jumat (17/7/2020). OJK dalam kebijakannya sangat mendukung pengembangan UMKM termasuk dalam masa pandemi COVID-19 dengan memberikan keringanan kredit perbankan dan pembiayaan kepada UMKM yang terdampak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekaligus Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Wimboh Santoso menyebutkan, tingkat permintaan terhadap produk industri syariah masih rendah. Hal ini tergambarkan dari pangsa pasar industri yang hanya mencapai 9,63 persen dari total industri keuangan nasional per Juni 2020.

Berbeda dengan sisi permintaan, Wimboh menyebutkan, sisi suplai industri syariah justru berlimpah. Perbankan maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB) hingga pasar modal sudah memiliki kelembagaan yang mumpuni. "Bahkan, sudah terlalu banyak, sehingga market share-nya masih kecil," ujarnya, Webinar Peran Penjaminan Syariah dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (17/9).

Dalam data yang disampaikan Wimboh, suplai terbesar keuangan syariah datang dari sektor pasar modal syariah karena banyak sukuk yang dikeluarkan. Per Juni, kontribusinya mencapai 17,72 persen dari nilai pasar modal keseluruhan.

Sementara itu, total aset sektor perbankan syariah mencapai Rp 545,39 triliun, atau memiliki market share 6,18 persen. Terakhir, ada IKNB dengan total aset Rp 107,22 triliun, dengan market share 4,33 persen. "Jadi, sebenarnya dari jumlah (suplai) ada, tapi dari segi demand pertumbuhannya tidak cepat. Ini jadi tantangan kita," kata Wimboh.

Untuk meningkatkan permintaan, Wimboh menganjurkan, pelaku industri keuangan syariah bisa intensif menjangkau masyarakat di daerah-daerah. Khususnya yang banyak memiliki warga unbankable atau belum terjangkau oleh perbankan konvensional.

Pemanfaatan teknologi menjadi kunci utama untuk menjangkau pasar itu. Wimboh memberikan contoh, digitalisasi lembaga keuangan mikro syariah, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), hingga baitul mal dan koperasi.

Wimboh menilai, peluang digitalisasi semakin besar seiring dengan new normal yang berlaku di tengah pandemi Covid-19. “Semua menghindari kontak fisik, dan teknologi adalah hal yang memungkinkan bagi kita semua untuk berinteraksi,” ucapnya.

Saat ini, beberapa pelaku industri syariah sudah dalam proses digitalisasi. Wimboh memberikan contoh, Bank Wakaf Mikro (BWM). OJK mengembangkan BWM Mobile yang meliputi digitalisasi pembiayaan, operasional hingga pengembangan Usaha Nasabah. Platform ini ditargetkan launching komprehensif pada akhir Oktober.

Wimboh mengajak pelaku industri syariah, termasuk PT Jamkrindo Syariah sebagai lembaga penjaminan syariah, untuk mulai aktif menggunakan platform digital. "Kalau nggak, ya akan tertinggal," ujarnya.

Dalam ekspansi ke digital, Wimboh juga menekankan lembaga industri keuangan syariah memperhitungkan modal dan leverage-nya. Sebab, pasar digital akan tumbuh sangat pesat. Apabila permodalan tidak cukup, equity to risk akan dinilai OJK terlalu kecil yang berarti tidak cukup untuk ekspansi lebih besar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement