Kamis 17 Sep 2020 17:16 WIB

BI Telah Beli SBN Lewat Pasar Perdana Rp 48,03 Triliun

Dengan pembelian SBN di pasar perdana, pemerintah fokus akselerasi realisasi APBN.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebesar Rp 48,03 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement.
Foto: Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebesar Rp 48,03 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebesar Rp 48,03 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada  7 Juli 2020 sejumlah Rp 99,08 triliun. 

“Bank Indonesia terus memperkuat sinergi ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (17/9).

Baca Juga

Bank Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2020, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya mendukung percepatan implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. 

Menurutnya pembelian SBN dari pasar perdana, pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi APBN untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan pemerintah untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp 44,38 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada 7 Juli 2020. 

Dari sisi lain, Bank Indonesia telah memutuskan untuk mempertahankan BI-7 days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar empat persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75 persen. Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah. 

“Untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN 2020,” ucapnya.

Di samping keputusan tersebut, Bank Indonesia menempuh pula langkah-langkah antara lain pertama melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar; kedua memperkuat strategi operasi moneter guna meningkatkan transmisi stance kebijakan moneter yang ditempuh; ketiga memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran GWM Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit non UMKM sektor-sektor prioritas yang ditetapkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, dari 31 Desember 2020 menjadi sampai dengan 30 Juni 2021.

Keempat mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional; kelima melanjutkan perluasan akseptasi QRIS dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi dan pengembangan UMKM melalui perpanjangan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar nol persen untuk Usaha Mikro (UMI) dari 30 September 2020 menjadi sampai dengan 31 Desember 2020.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement