Kamis 17 Sep 2020 20:26 WIB

Djoko Tjandra Siapkan 10Juta USD untuk Pejabat Kejagung & MA

Berkas Pinangki: Djoko Tjandra Siapkan 10 Juta Dolar AS untuk pejabat Kejagung & MA

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Bayu Hermawan
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra
Foto: ANTARA/Adam Bariq
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana permufakatan jahat antara dua tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan Andi Irfan Jaya terungkap. Dalam berkas perkara tersangka Pinangki, terungkap bersama Andi Irfan keduanya meminta terpidana Djoko Tjandra, menyediakan uang senilai satu juta dolar AS (sekitar Rp 15 miliar) untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). 

Dikatakan, Djoko Tjandra terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 1999 itu, menyediakan dana 10 juta dolar atau sekira Rp 150 miliar untuk pejabat di Kejaksaan Agung (Kejakgung), dan MA. "Uang tersebut, digunakan untuk pejabat Kejaksaan Agung, dan di Mahkamah Agung, guna keperluan mengurus permohonan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung," begitu sebagain isi berkas perkara tersangka jaksa Pinangki, yang disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (17/9). 

Baca Juga

Kejakgung telah melimpahkan berkas perkara Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (17/9). Dalam berkas perkara itu disebutkan kronologi skandal permufakatan jahat antara Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra. 

Dikatakan, bermula pada November 2019. Pinangki, sebagai jaksa bersama dengan pengacara Anita Dewi Kolopaking, dan Andi Irfan bertemu Djoko Tjandra. Djoko Tjandra, adalah terpidana korupsi cessie Bank Bali 1999. Pertemuan tersebut, terjadi di the Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.

Mengacu berkas perkara, Djoko Tjandra dikatakan setuju, dengan meminta Pinangki, dan Anita untuk membantu pengurusan fatwa MA melalui Kejakgung. Fatwa MA tersebut, dimaksudkan agar Djoko Tjandra, yang pernah divonis penjara dua tahun oleh MA 2009, tak lagi berlaku. Sehingga, kejaksaan, tak dapat melakukan eksekusi atas vonis MA tersebut. 

"Tujuan agar pidana terhadap Joko Soegiarto Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor:12 PK/ Pid.Sus/2009 Tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi sehingga Sdr. Joko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," begitu isi berkas perkara tersangka Pinangki. 

Atas permintaan Djoko Tjandra tersebut, dikatakan Pinangki, dan Anita bersedia memberikan bantuan pengurusan fatwa MA itu. Sebagai imbalan, Djoko Tjandra, menyediakan uang sebesar satu juta dolar untuk tersangka Pinangki.  "Uang untuk PSM (Pinangki) untuk kepentingan perkara (pengurusan fatwa MA) itu diserahkan pihak swasta (tersangka) Andi Irfan Jaya selaku rekan tersangka Pinangki," begitu isi berkas perkara.

Masih mengacu berkas tersebut, dikatakan tersangka Pinangki, membuat proposal berjudul Action Plan. Proposal tersebut Pinangki serahkan ke tersangka Andi Irfan untuk selanjutnya, disampaikan kepada Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Setelah proposal sampai, Djoko Tjandra, pun bersepakat dengan Pinangki, dan Andi Irfan. Isi kesepakatannya, yakni janji Djoko Tjandra untuk menyediakan uang sebesar 10 juta dolar yang akan diberikan ke pejabat tinggi di Kejakgung, dan MA. 

"Uang itu, guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," begitu isi dakwaan. 

Selanjutnya, Djoko Tjandra memerintahkan iparnya, yakni Herriyadi Angga Kusuma untuk memberikan uang senilai 500 ribu dolar kepada Pinangki melalui Andi Irfan. Uang tersebut, dikatakan sebagai panjar dari satu juta dolar yang sebelumnya dijanjikan Djoko Tjandra kepada Pinangki dalam pertemuan pertama. Dari uang 500 ribu dolar tersebut, Pinangki menyerahan 50 ribu dolar, kepada Anita Dewi Kolopaking, yang ditunjuk Djoko Tjandra sebagai penasehat hukum. Sisanya, 450 ribu dolar masih dalam penguasan tersangka Pinangki.

Akan tetapi, menurut berkas tersebut, rencana dalam proposal Action Plan tak berjalan. Padahal, dikatakan Djoko Tjandra, sudah mengeluarkan panjar 500 ribu dolar kepada tersangka Pinangki, via tersangka Andi Irfan. Karena itu, dikatakan dalam berkas perkara, Djoko Tjandra, pada Desember 2019 membatalkan proposal Action Plan ajuan Pinangki. Menurut berkas perkara, "Djoko Tjandra memberikan catatan pada kolom notes proposal Action Plan, dengan tulisan 'NO'."

Sementara sisa panjar 450 dolar yang berada dalam penguasan Pinangki, selanjutkan berubah bentuk.  Lewat penukaran mata uang asing. Penukaran valas melalui sopir PSM, yakni saudara Sugiarto, dan Beni Sastrawan. 

Pinangki menggunakan uang pemberian Djoko Tjandra tersebut untuk membeli mobil SUV BMW X-5. Uang tersebut juga digunakan Pinangki untuk pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat (AS). Uang tersebut, juga digunakan Pinangki untuk pembayaran sewa apartemen dan hotel di New York, AS, serta pembayaran dokter kecantikan, pembayaran kartu kredit. 

"Dan digunakan untuk transaksi lainnya, seperti kepentingan pribadi tersangka Pinangki untuk pembayaran sewa tempat tinggal apartemen di Essence Dharmawangsa, dan Pakubuwono Signature," begitu isi berkas perkara tersangka jaksa Pinangki.

Atas perbuatan tersebut, tersangka Pinangki dijerat menggunakan Pasal 5 ayat 2 juncto pasal 5 ayat (1) a, dan Pasal 11, serta Pasal 15 UU Tipikor 31/1999-20/2001. Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga berencana menebalkan dakwaan menggunakan Pasal 3 UU TPPU 8/2010. Kejakgung, pun pada Kamis (17/9) resmi melimpahkan berkas perkara Pinangki ke PN Tipikor, Jakarta.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement