REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengkritisi soal aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengizinkan calon kepala daerah untuk menggelar konser saat kampanye pilkada 2020. Rahmad meminta agar KPU berpikir dua kali sebelum mengizinkan konser dalam pilkada.
"Saya kira lebih bijak untuk ditiadakan bahkan kalau perlu kalau ternyata calon peserta menghadirkan artis atau pun konser musik saya kira kok malah akan disayangkan oleh para pemilih itu. Justru ini akan menjadi khawatir akan ada klaster-klaster baru," kata Rahmad kepada Republika.co.id, Kamis (17/9).
Selain itu dirinya khawatir bahwa bulan Desember menjadi titik kritis bagi penyebaran covid-19. Hal itu lantaran di bulan tersebut pilkada serentak 2020 digelar, ditambah libur hari raya dan tahun baru. Ia meminta agar KPU duduk bersama dengan gugus tugas untuk mengetahui hal-hal apa saja yang memang dilarang selama pandemi, termasuk soal izin konser di saat pilkada. "Jadi kita harus hati-hati menyikapinya," ujarnya.
Sebelumnya KPU tetap mengizinkan beberapa bentuk kegiatan kampanye, salah satunya berupa konser pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Namun, kegiatan itu dilaksanakan dengan berbagai catatan karena berada dalam situasi pandemi Covid-19. "Ada ketentuan dalam undang-undang dan dalam peraturan memang diatur demikian. Bagi KPU tentu tidak mudah juga menghapus bentuk-bentuk kampanye itu karena undang-undangnya masih sama, dasar penyelenggaraan pilkada ini kan masih Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," kata anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi di Jakarta, Rabu (16/9).
Oleh karena itu, KPU tetap mengizinkan bentuk-bentuk kampanye yang diatur dalam undang-undang pemilu. Namun, harus ada penyesuaian dengan situasi pandemi yang terjadi saat ini.