Jumat 18 Sep 2020 13:15 WIB

WHO Peringatkan Penyebaran Covid-19 Meluas di Eropa

Eropa mencatat rekor baru penularan Covid-19 dengan 54 ribu kasus dalam 24 jam.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Logo WHO
Foto: Ist
Logo WHO

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan tingkat penularan yang parah dari Covid-19 di seluruh Eropa. WHO juga menegaskan agar tidak mempersingkat periode karantina, menyusul negara-negara Eropa tengah berupaya untuk menemukan cara untuk mengurangi infeksi tanpa lockdown lagi.

Direktur regional WHO untuk Eropa Hans Kluge mengatakan, gelombang penularan Covid-19 September seharusnya menjadi peringatan untuk semua warga Eropa. Eropa mencetak rekor baru pekan lalu, dengan sekitar 54 ribu kasus Covid-19 tercatat dalam 24 jam.

Baca Juga

"Meskipun angka-angka ini mencerminkan pengujian yang lebih komprehensif, itu juga menunjukkan tingkat penularan yang mengkhawatirkan di seluruh kawasan," ujar Kluge dalam konferensi pers daring dari Kopenhagen dikutip laman Daily Sabah, Jumat (18/9).

Di seluruh Eropa, pemerintah negara-negaranya berjuang untuk menahan lonjakan baru dalam kasus Covid-19. Pemerintah juga berniat menghindari kerusakan baru pada ekonomi mereka dan memberlakukan pembatasan baru yang luas pada populasi mereka yang lelah akibat virus.

WHO Eropa juga mengatakan bahwa tidak akan mengubah pedomannya untuk masa karantina 14 hari bagi mereka yang terpapar virus. Rekomendasi itu berdasarkan pemahaman WHO tentang masa inkubasi dan penularan penyakit. "Kami hanya akan merevisi itu atas dasar perubahan pemahaman kami tentang sains," kata petugas darurat senior WHO Eropa, Catherine Smallwood.

Prancis telah mengurangi durasi isolasi mandiri yang direkomendasikan menjadi tujuh hari, sementara di Inggris Raya dan Irlandia menjadi 10 hari. Beberapa negara Eropa lainnya, seperti Portugal dan Kroasia, juga mempertimbangkan karantina yang lebih pendek.

Di Inggris, langkah-langkah baru akan berlaku pada Jumat (18/9). Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan bahwa pub harus tutup lebih awal untuk membantu menghindari gelombang kedua kasus virus corona di negaranya.

Penduduk Inggris bagian timur laut, termasuk kota Newcastle dan Sunderland tidak akan lagi diizinkan untuk bertemu orang-orang di luar rumah atau lingkaran sosial langsung mereka. Pemerintah Inggris pun menghadapi kritik atas kurangnya kapasitas pengujian.

Pemerintahan Boris Johnson juga memberlakukan aturan di seluruh Inggris pada Senin yang membatasi sosialisasi kepada kelompok yang terdiri dari enam orang atau kurang, karena kasus harian mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak awal Mei. Inggris telah menjadi negara terparah di Eropa dengan catatan hampir 42ribu kematian karena Covid-19.

Sementara itu, kota Madrid membatalkan rencana lockdown yang ditargetkan. Sebab, pemerintahnya mengatakan akan bergerak untuk mengurangi mobilitas dan kontak di daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi.

Austria mengumumkan bahwa pertemuan dalam ruangan pribadi akan dibatasi untuk 10 orang, termasuk semua pesta, acara pribadi, dan pertemuan di dalam ruangan. Pada awal pekan ini, Kanselir Sebastian Kurz telah memperingatkan bahwa negara Alpen itu sedang memasuki gelombang kedua infeksi virus korona.

Di luar Eropa, Israel ditetapkan menjadi negara maju pertama yang memberlakukan penutupan nasional kedua, yang dimulai pada Jumat sore. Pemerintahnya meminta ratusan warganya yang dilarang masuk di perbatasan Ukraina-Belarusia untuk kembali ke rumah.

Sekitar 2.000 peziarah Yahudi Hasid, terutama dari AS, Israel, dan Prancis, berkumpul di perbatasan yang telah ditutup oleh Ukraina hampir sepanjang bulan ini untuk mencegah penyebaran virus. Para peziarah berharap bisa mencapai kota Uman untuk Tahun Baru Yahudi akhir pekan ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement