REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Mindaugas Trumpaitis mengatakan kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) serta pandemi Covid-19 telah membuat penjualan rokok perseroan turun signifikan pada semester I 2020. Penjualan rokok Sampoerna pada semester I 2020 mencapai 38,4 miliar batang turun 18,47 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 47,1 miliar batang.
Selain itu volume industri turun sebesar 15 persen. "Untuk industri rokok, kenaikan tarif cukai rata-rata 24 persen dan harga jual eceran sebesar 46 persen yang berlaku pada 2020, serta pandemi Covid-19, menjadi dua faktor utama yang memberikan dampak signifikan pada kinerja industri ini yang telah menyebabkan penurunan volume penjualan hingga dua digit," ujar Mindaugas saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Jumat (18/9).
Mindaugas menuturkan daya beli konsumen yang lebih rendah memiliki tren penurunan yang yang kian cepat, sehingga Sampoerna pun menghadapi tantangan selama April-Juni 2020 kinerja perseroan terkoreksi. Sepanjang semester I 2020 total pangsa pasar perusahaan mencapai 29,3 persen atau turun 3,1 persen, sementara volume pengiriman 38,5 miliar batang atau turun18,2 persen.
"Di tengah tantangan tersebut, Sampoerna menyesuaikan strategi perusahaan untuk mempertahankan daya saing bisnisnya dan menjawab tren yang berubah. Sebagai contoh kami meluncurkan produk SKM tar tinggi untuk merespon pergeseran permintaan," kata Mindaugas.
Mindaugas menjelaskan bahwa sepanjang 2019 pangsa pasar Sigaret Kretek Tangan (SKT) Sampoerna 36,3 persen, sedangkan pangsa pasar Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) masing-masing sebesar 57,2 persen dan 29,6 persen.
Mindaugas menegaskan pihaknya berkomitmen terus mendukung pemerintah menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif bagi industri tembakau.
Sampoerna, dengan total karyawan langsung dan tidak langsung sebesar lebih dari 60.000 orang, adalah merupakan produsen SKT terbesar di Indonesia. Sebanyak 50.000 di antaranya merupakan karyawan SKT di empat pabrik SKT Sampoerna dan 38 Mitra Produksi Sigaret yang tersebar di 27 kota/kabupaten di Pulau Jawa.
Sepanjang 2015 - 2019 volume penjualan SKT Sampoerna terus terkoreksi dan berdasarkan perhitungan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) 5 tahun, volume penjualan SKT perseroan rata-rata berkontraksi 5,4 persen per tahun dari 23,1 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 18,4 miliar batang rokok pada tahun 2019.
Menurut Mindaugas, kunci utama untuk melindungi segmen SKT yang padat karya adalah dengan membuat kebijakan cukai yang mendukung daya saingnya dibandingkan rokok mesin, baik SKM maupun SPM, yang jauh lebih sedikit menyerap tenaga kerja.
"Untuk itu, kami berharap ada keberpihakan bagi segmen SKT dengan tidak menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran untuk 2021," ujar Mindaugas.
Untuk segmen rokok mesin, ia mengusulkan kenaikan pajak yang sesuai dengan inflasi dan kebijakan tarif menurut kategori. "Kami meyakini bahwa pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan perpajakannya dari produk-produk tembakau," katanya.