REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Anggota parlemen sayap kanan Prancis meninggalkan rapat pada Kamis karena kehadiran seorang perempuan yang mengenakan jilbab.
Selama pertemuan yang membahas pandemi Covid-19 dan pengaruhnya terhadap kaum muda, beberapa anggota parlemen sayap kanan serta anggota partai yang berkuasa Anne-Christine Lang mengatakan mereka tidak bisa menerima perwakilan serikat mahasiswa Maryam Pougetoux mengenakan jilbab.
Lang berargumen di Twitter bahwa dia tidak bisa memahami kehadiran seseorang yang berjilbab pada pertemuan yang diadakan di majelis nasional, yang dia sebut "jantung demokrasi".
“Sebagai anggota parlemen yang feminis dan pelindung hak-hak perempuan, berkomitmen pada nilai-nilai republik dan sekularisme, saya tidak bisa menerima partisipasi seseorang yang berjilbab ke pertemuan kami,” ujar dia.
Anggota partai berkuasa lainnya, Sandrine Morch, yang memimpin sesi tersebut, mengatakan reaksi anggota parlemen tidak perlu dan tidak ada aturan yang mencegah orang menghadiri pertemuan dengan pakaian religius. Morch mencatat bahwa dia tidak akan membiarkan diskusi palsu seputar jilbab mengalihkan fokus pertemuan, di mana masa depan pemuda sedang dibahas.
Pougetoux juga mendapat kritik dari Menteri Negara Kesetaraan Gender Marlene Schiappa dan banyak tokoh politik lainnya ketika dia ditunjuk sebagai pembicara oleh serikat mahasiswa UNEF pada 2018.