Jumat 18 Sep 2020 17:15 WIB

Bahas Perppu Pilkada,Pakar: Pemerintah tak Berpikir Matang

Dengan perppu kesannya presiden ikut campur terlalu jauh dalam penyelenggan pemilu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari (kiri) berbincang bersama Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari (kiri) berbincang bersama Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) disebut tengah membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk penegakan pelanggaran protokol Covid-19 pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menilai, pembahasan tersebut merupakan tanda pemerintah yang tidak matang memikirkan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

“Kalau keluar Perppu lagi soal pelaksanaan pilkada di tengah Covid-19, artinya waktu keluar pertama kondisi-kondisi yang mungkin terjadi masa pandemi tidak dipikirkan matang-matang,” ujar Feri kepada Republika, Jumat (18/9).

Padahal, potensi pelibatan massa selama tahapan Pilkada 2020 seharusnya sudah dikaji dan dipikirkan dengan teliti oleh penyelenggara. Apalagi, pandemi Covid-19 ini sudah hadir di Indonesia sejak Maret 2020.

“Penataan prosedur penyelenggaraan sudah dipikirkan sedari awal. Jangan karena pembuat Perppu gagal menata matang kondisi, lalu seluruh hal mau dikeluarkan lagi Perppu,” ujar Feri.

Lewat Perppu, memang sejumlah aturan bagi pelanggar protokol Covid-19 selama Pilkada 2020 dapat diatur lebih tegas. Tetapi, menurutnya, evaluasi Peraturan KPU (PKPU) lebih tepat untuk saat ini.

“Kan cukup di PKPU kalau itu (sanksi pelanggar protokol Covid-19). Ngapain Perppu, kesannya presiden ikut campur terlalu jauh dalam pengaturan penyelenggaraan pemilu,” ujar Feri.

Diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyoroti aturan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang masih mengizinkan konser musik dan kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Aturan itu diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja menyoroti, Pasal 63 ayat 1 PKPU 10/2020 yang menyebutkan, kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundangan-undangan dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun partai politik; dan/atau melalui media sosial.

Dia juga menyoroti Pasal 65 ayat 2 huruf d terkait rapat umum dapat dilaksanakan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang dan memperhitungkan jaga jarak satu meter antarpeserta. Ia meminta KPU memperhatikan aturan yang berpotensi memicu pengumpulan massa.

"Di pasal 59 itu yang soal debat publik, itu masih ada pendukung yang hadir sebanyak 50 orang. Ini yang perlu nanti dicermati sebab nanti akan ada cukup orang," ujar Wisnu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement