REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Buruh Internasional (ILO) bersama dengan agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perempuan (UN Women) mempromosikan kesetaraan upah bagi para pekerja di Indonesia dalam rangka memperingati Hari Internasional Kesetaraan Upah pada 18 September.
Dalam keterangan tertulis ILO yang diterima di Jakarta, Jumat (18/9), data global menunjukkan bahwa pekerja perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen.
"Kesenjangan upah ini memberikan dampak negatif bagi perempuan dan keluarganya, situasi yang semakin meningkat selama pandemi Covid-19," kata ILO dalam keterangan tertulis.
Menurut laporan ILO terkait Covid-19 dan dunia kerja edisi ke-5 yang diterbitkan pada Juli lalu, banyak pekerja perempuan mendapatkan dampak berbeda selama pandemi, khususnya terkait dengan besarnya keterwakilanperempuan dalam sektor-sektor perekonomian yang paling terkena dampak krisis, seperti akomodasi, makanan, penjualan dan manufaktur. Angka representasi perempuan juga besar dalam sektor pekerjaan informal yang tidak dilengkapi dengan asuransi kesehatan dan perlindungan sosial.
Adapun keadaan di Indonesia dikatakan selaras dengan kondisi global, di mana perempuan Indonesia memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki.
"Kendati lebih banyak pekerja perempuan yang memiliki gelar D3/D4 atau sarjana dibandingkan laki-laki, pendidikan yang lebih tinggi tidak mempersempit kesenjangan upah berdasarkan jenis kelamin. Bahkan pekerja perempuan dengan tingkat pendidikan sarjana mendapatkan upah yang cukup rendah dibandingkan laki-laki," kata ILO.
Direktur ILO untuk Indonesia, Michiko Miyamoto menyebut bahwa pihaknya terus mendukung Indonesia dalam upaya mewujudkan kesetaraan upah di dalam negeri. Dia menjelaskan bahwa prinsip kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama telah tertuang dalam Konstitusi ILO tahun 1919.
“Seratus tahun terlalu lama untuk menunggu dan kita semua harus bekerja sama untuk mewujudkan kesetaraan upah untuk pekerjaan bernilai sama menjadi kenyataan,” ujar Michiko.
Sementara itu, Perwakilan UN Women Indonesia Jamshed Kazi mengatakan bahwa ketimpangan sistematis, yang menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang berupah dan bernilai rendah, serta kondisi kerja tidak fleksibel yang membatasi kesempatan perempuan belum diatasi maka kesenjangan upah berdasarkan gender tidak dapat ditutup.
“UN Women terus menjalin kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan, termasuk dengan sektor swasta untuk mengatasi kesenjangan upah berdasarkan gender dan menghapus diskriminasi di tempat kerja melalui penerapan Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Perempuan,” katanya.
Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Upah pada 1958, sebagaimana dikatakan Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah, yang juga menegaskan pentingnya kesetaraan upah bagi pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan bernilai sama.
“Mempertimbangkan kesenjangan gender di pasar kerja kita saat ini, kementerian saya, bersama dengan semua mitra sosial kami dan organisasi internasional, terus mendorong aksi bersama menentang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja. Ini saatnya bagi perempuan dan laki-laki untuk dihargai secara setara berdasarkan bakat, hasil kerja dan kompetensi, dan bukan berdasarkan gender,” ujar Ida.