REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung berencana menggabungkan berkas tersangka Djoko Tjandra dengan hasil penyidikan dari Bareskrim Polri. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono menerangkan, penggabungan tersebut memungkinkan karena pelaku dugaan korupsinya, orang yang sama. Namun rencana penggabungan tersebut, belum diputuskan.
“Baru terpikirkan. Karena pelakunya sama, bisa saja digabung. Itu memungkinkan menurut undang-undang,” terang Ali saat dicegat di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, pada Jumat (18/9).
Kata Ali, meskipun Djoko menjalani proses penyidikan di kepolisian, dan kejaksaan, untuk memudahkan pemberkasan perkara, tak salah jika rencana penggabungan itu diterapkan. “Kita gabungkan supaya efektif saja,” terang Ali.
Djoko Tjandra, terpidana kasus Bank Bali 1999. Mahkamah Agung (MA) 2009 memvonisnya dua tahun penjara karena merugikan negara sebesar Rp 904 miliar. Namun Djoko berhasil kabur ke Papua Nugini sebelum vonis MA jatuh. Kejakgung tak dapat mengeksekusi. Sebelas tahun buronan, pada 30 Juli 2020, ia berhasil ditangkap di Malaysia, dan dibawa pulang ke Indonesia lalu dijebloskan ke LP Salemba.
Akan tetapi, sebelum dijebloskan ke penjara, skandal Djoko terungkap di Indonesia. Djoko diketahui pernah berada di Jakarta dan Pontianak untuk menjalankan misi bebasnya.
Skandal yang melibatkan Djoko tersebut, menyeret oknum lintas institusi penegak hukum. Di kejaksaan, skandal Djoko berujung pada penetapan jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. Djoko memberikan uang panjar pengurusan fatwa MA, senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar).
Terkait pemberian tersebut, penyidik di JAM Pidsus menetapkan Djoko sebagai tersangka. Termasuk politikus Nasdem, Andi Irfan yang menjadi perantara pemberian uang Djoko kepada Pinangki.
Di Bareskrim, penyidikan skandal hukum Djoko, juga menetapkanya menjadi tersangka terkait penggunaan surat, serta dokumen palsu saat masuk ke Indonesia. Penyidik di Bareskrim, juga menetapkan Djoko sebagai tersangka terkait pemberian uang suap terhadap dua jenderal.
Dua jenderal tersebut, yakni Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo. Penyidik di Bareskrim, menuding Djoko memberikan uang 20 ribu dolar (Rp 296 juta) lewat perantara tersangka Tommi Sumardi. Dugaan sementara, uang tersebut terkait dengan pencabutan status buronan Djoko di interpol, dan imigrasi saat masuk ke Indonesia, pada Mei-Juni 2020. Di Bareskrim, penyidik kepolisian juga menetapkan pengacara Anita Dewi Kolopaking sebagai tersangka.