Jumat 18 Sep 2020 19:52 WIB

Angka Kematian Covid-19 Simpang Siur, Ini Penjelasan Reisa

Angka kematian Covid yang dirilis Satgas jauh berbeda dengan data RS Online Kemenkes.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro.
Foto: @BNPB_Indonesia
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akhirnya buka suara terkait perbedaan data angka kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan rumah sakit ke portal RS Online milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan angka kematian yang dirilis secara resmi oleh pemerintah setiap harinya. Angka kematian yang dilaporkan melalui RS Online tercatat jauh lebih banyak ketimbang jumlah yang dirilis pemerintah.

RS Online merupakan portal yang disiapkan pemerintah untuk menampung laporan data Covid-19 dari seluruh rumah sakit rujukan di Tanah Air.

Baca Juga

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro menjelaskan, data kematian yang dilaporkan melalui RS Online belum pasti terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien yang meninggal dengan dugaan Covid-19, termasuk suspek, dilaporkan terlebih dulu oleh rumah sakit untuk selanjutnya dilakukan tes PCR. Artinya, seluruh kasus kematian yang dilaporkan pihak rumah sakit tetap perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium.

Berbeda dengan RS Online yang belum pasti tentang konfirmasi status pasien, seluruh data yang dirilis Pusdatin Kementerian Kesehatan sudah melalui pemeriksaan laboratorium. Artinya, ujar Reisa, angka kematian yang diumumkan pemerintah sudah dipastikan terkonfirmasi positif Covid-19.

"Oleh karena itu data yang ada di rumah sakit masih perlu pembuktian melalui laboratorium maka bisa disimpulkan data yang ada di RS Online belum semua terkonfirmasi hasil lab," kata Reisa dalam keterangan pers di kantor presiden, Jumat (18/9).

Kabar mengenai perbedaan angka kematian ini kembali diangkat oleh akun @andemictalks di media sosial. Dari data yang dihimpun oleh akun tersebut, disebutkan bahwa jumlah angka kematian berdasarkan RS Online per 16 September adalah 22.932 orang. Sementara pada hari yang sama, update angka kematian yang dirilis pemerintah adalah 9.100 orang. Artinya, ada selisih angka kematian 13.832 orang.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Benang kusut data Pandemi Indonesia masih berlangsung ke babak-babak selanjutnya. Setelah 6-7 bulan Pandemi, Kemenkes tidak atau belum bisa melakukan dan memimpin integrasi data Pandemi dan Kesehatan. Sehingga setiap Lembaga Pemerintah akan memiliki : - data yang berbeda - pemahaman parameter data yang berbeda, tidak sesuai standar WHO - analisa yang berbeda - ilusi Pandemi yang berbeda juga Data terbaru dari RS Online dari Harian Kompas menunjukkan jika sesuai Standar WHO maka jumlah kematian sudah 22.932 Deaths, 2x lipat lebih dari data resmi Kemenkes. Ini sangat berbahaya karena menimbulkan efek ilusi rasa aman bagi masyarakat dan bumerang juga bagi Pemerintah karena analisa dan kebijakan Pandemi akan tidak reliable juga. Sudah 6-7 bulan, masalah basic seperti integrasi Data saja masih sengkarut. Lalu apa guna dana penanganan kesehatan COVID-19 sebesar Rp 87,55 Trilyun? Jangan kaget jika antar Lembaga Pemerintah juga masih saling klaim data yang paling benar. Padahal data yang benar adalah data yang sesuai standar WHO juga bisa diakses secara real time oleh publik. Memprihatinkan dan menyedihkan. Kusut, kusut, kusut. Ruwet, ruwet, ruwet. -- Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih juga apresiasi setinggi-tingginya bagi Para Pejuang Data dan Informasi, yaitu teman-teman relawan dari @kawalcovid19.id dan @laporcovid19! Kalian Pahlawan Pandemi💛 -- cc : @firdzaradiany @kamilmoon @mutiaranissa -- Ralat : Pada slide keempat paragraf terakhir seharusnya angka "2.6395" adalah "2.635". Mohon maaf.

A post shared by Pandemic Talks #ProtokolVDJ (@pandemictalks) on

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement